Komunitas Akar Rumput (KoAR) NTT membuka rumah singgah bagi anak dan pemuda yang berasal dari desa-desa di seluruh Propinsi NTT yang datang ke Kota Kupang untuk mencari kerja.
“Rumah singgah ini dibentuk atas inisiatif mandiri dari kelompok pemuda dan kelompok anak-anak KoAR yang menyadari bahwa sudah saatnya memulai sesuatu tanpa menunggu perintah dari siapa pun,” kata Koordinator KoAR NTT, Jan Pieter Windy, SH di Kupang, Sabtu (27/8/2011).
Windy menjelaskan, rumah singgah ini merupakan pemusatan sementara yang bersifat non formal, di mana anak-anak bertemu untuk memperoleh informasi dan pembinaan awal sebelum dirujuk ke dalam proses pembinaan lebih lanjut.
“Ini adalah bentuk apresiasi kami terhadap kegigihan para migran Kota Kupang, khususnya berkaitan dengan kondisi anak-anak migran dan pekerja anak di pasar yang sulit mengakses informasi dan pendidikan,” katanya.
Dia mengatakan, rumah singgah ini sengaja dibuat untuk mendekatkan para migran anak dan pemuda terhadap akses informasi dan pendidikan, sebagai tindaklanjut dari Konferensi Nasional II masalah pekerja anak di Indonesia pada bulan Juli 1996.
KoAR mendefinisikan rumah singgah sebagai tempat pemusatan sementara yang bersifat non-formal, di mana anak-anak bertemu untuk memperoleh informasi dan pembinaan awal sebelum dirujuk ke dalam proses pembinaan lebih lanjut.
Menurut Jan Windy, arus migrasi masyarakat desa-desa di NTT ke Kota Kupang saat ini sangat tinggi dan belum semuanya mampu terserap dalam sektor lapangan kerja formal, selain karena minimnya daya serap lapangan kerja formal, tidak semua migran memiliki kemampuan untuk masuk ke sektor formal sehingga kebanyakan dari para migran lebih memilih masuk dalam sektor kerja informal.
Pilihan sektor informal dilakukan dengan menyesuaikan pada kapasitas yang dimiliki agar tetap dapat survive, baik sebagai langkah adaptasi maupun dilakukan sebagai basis utama penghidupannya di Kota Kupang serta sebagai penunjang penghidupan keluarga para migran di kampung.
Salah satu pekerjaan informal yang dipilih kebanyakan migran Kota Kupang (musiman dan rutin) adalah sebagai pedagang kami lima, seperti menjual hasil pertanian dan perkebunan, hasil peternakan, penjual kantong kresek, penjual makanan kecil.
Selain banyak diantara mereka bekerja sebagai buruh yang mendorong gerobak untuk menjual sayur-sayuran keliling kota.
Windy mengatakan, semua pihak patut memberikan apresiasi terhadap para migran ini, karena kehadiran mereka turut mempercepat laju pertumbuhan perekonomian kota, selain membuka kesempatan kerja, sektor informal juga meningkatkan pendapatan bagi masyarakat kota.
“Namun, pertumbuhan sektor informal yang pesat tanpa mendapat penanganan yang baik dan terencana akan menimbulkan kesenjangan tersendiri,” katanya.
“Karena itu, KoAR berinisiatif membuka Rumah Singgah di bilangan Pasar Kasih Naikoten II Kupang ini untuk memberikan dukungan terhadap perjuangan anak-anak ini,” ujar Windy menambahkan.***(poskupang)