Menjelajahi “Harta Karun” di Pulau Semau Bersama Mama Ana

Mama Ana di samping sebuah sumur. Foto: Elzy

Oleh : Elsy Grazia

Di Pulau Semau, sebutan Blipa ditujukan bagi orang – orang yang memiliki kekuatan untuk menyembuhkan orang sakit, orang yang terkena guna-guna atau orang yang terkena gangguan makhluk halus lainnya. Pada umumnya, blipa menggunakan obat-obatan dan ramuan tertentu untuk mengobati seseorang bahkan dalam kasus tertentu blipa memiliki “kekuatan” sendiri untuk mengobati guna-guna atau gangguan makhluk halus.

 

Merkiana Klomang Hatti atau yang biasa akrab disapa mama Ana merupakan salah satu blipa atau dukun beranak terlatih yang sering membantu persalinan dan pasca persalinan para perempuan di Desa Uiasa. Pertemuan saya dengan mama Ana pertama kali terjadi pada kegiatan sosialisasi program ICCA – GSI – GEF SGP di kantor Desa Uiasa pada tanggal 10 Desember 2021 lalu. Kegiatan tersebut dihadiri oleh 12 orang termasuk didalamnya Kepala Desa dan aparat Desa Uiasa, ketua RT, kader posyandu dan masyarakat Uiasa.

Pada kegiatan tersebut, kami berdiskusi mengenai tanaman obat dari hutan yang masih dimanfaatkan oleh perempuan di Pulau Semau khususnya di Desa Uiasa. Setelah kegiatan sosialisasi, kami membuat janji bertemu di tanggal 13 Desember 2021 di rumah mama Ana yang terletak di Kampung Suin, Dusun 03 Desa Uiasa. Saya dan mama Ana kemudian mulai menjelajahi hutan mengidentifikasi tanaman- tanaman obat yang masih dimanfaatkan oleh mama Ana baik untuk obat melahirkan maupun untuk penyakit lainnya. Suami mama Ana, Bapak Anderias Klomang juga ikut menjelaskan beberapa tanaman yang masih ia manfaatkan sebagai obat-obatan.

Tanaman – tanaman obat tersebut diambil oleh mama Ana dari hutan marga Laiskodat – Killa Hu, pekarangan rumah dan kebun. Meskipun hutan tersebut adalah hutan marga tetapi siapa saja bisa mengaksesnya kecuali jika ingin memotong kayu, orang harus izin terlebih dahulu kepada mama Ana dan Suami. Mengidentifikasi tanaman herbal dari hutan menjadi menarik karena ternyata banyak sekali tanaman – tanaman yang berkhasiat obat mulai dari tanaman merambat, rumput – rumputan hingga pohon besar dapat dimanfaatkan. Menurut Bapak Anderias Klomang, ada beberapa tanaman yang jika tumbuh di batu akan lebih berkhasiat dibandingkan yang tumbuh di tanah. Misalnya jenis tanaman Kai Apdapa yang tumbuh merambat diatas pohon Namon (tanaman untuk obat melahirkan). Tanaman Kai Apdapa ini dapat digunakan sebagai obat kanker apabila tanaman tersebut tumbuh di atas pohon Palle (Hliu) yang tumbuh di atas batu.

Selain digunakan untuk kesehatan manusia, obat-obatan herbal tersebut juga dapat digunakan untuk tanaman misalnya plalat yang digunakan sebagai obat anti susut untuk jagung setelah panen agar tidak mudah menyusut (fufuk). Ada juga jenis tanaman yang dipercaya mampu mengobati ternak sakit atau terluka. Lilita adalah tanaman sejenis rumput –rumputan yang dapat digunakan untuk menyembuhkan luka pada ternak hingga berulat. Oleh orang orang tertentu, lilita digunakan sebagai obat jarak jauh. Caranya dengan memasukkan lilita ke dalam botol lalu ditiup. Cara ini hanya dapat dilakukan oleh blipa (dukun) terlatih.

Di Pulau Semau, sebutan Blipa ditujukan bagi orang – orang yang memiliki kekuatan untuk menyembuhkan orang sakit, orang yang terkena guna-guna atau orang yang terkena gangguan makhluk halus lainnya. Pada umumnya, blipa menggunakan obat-obatan dan ramuan tertentu untuk mengobati seseorang bahkan dalam kasus tertentu blipa memiliki “kekuatan” sendiri untuk mengobati guna-guna atau gangguan makhluk halus. Blipa terdiri dari berbagai macam sesuai dengan keahliannya masing-masing yakni :

Blipa in heda ; Blipa yang menyembuhkan berbagai penyakit meliputi adanya kelainan dari dalam tubuh manusia seperti kencing manis, kanker, ginjal, tumor dan lainnya. Blipa ini juga mampu mengobati penyakit yang disebabkan oleh luka akibat benda tajam, terjatuh, atau tertembak.

Blipa in tehen ; Blipa yang dapat mengobati patah tulang.

Blipa in lumikian ; Blipa yang memiliki kemampuan dalam memijit atau mengurut penderita yang mengalami suatu penyakit. Pasien yang diobati biasanya adalah pasien yang mengalami nyeri dan keseleo. Blipa ini mengurut bagian tubuh menggunakan ramuan tradisional dan minyak kelapa

Blipa in blingin ; Blipa yang memiliki kemampuan merawat ibu hamil dan membantu proses melahirkan). Blipa ini biasanya membantu proses bersalin hingga melahirkan dengan ramuan tradisional dari alam untuk merawat wanita pasca melahirkan.

Blipa in Laso ; Blipa yang dapat membuat guna-guna atau racun untuk membuat seseorang sakit atau bahkan meninggal. Blipa ini memiliki kemampuan meracik racun melalui makanan, minuman atau rokok yang kemudian disuguhkan kepada korban. Blipa ini juga mampu melacak keberadaan seorang pencuri.

Pengetahuan lokal mengenai khasiat tanaman obat hanya diketahui oleh orang – orang tua dahulu yang kemudian diteruskan secara lisan oleh anak-anaknya. Tetapi sayangnya saat ini pengetahuan tersebut semakin terbatas alasannya ada yang lebih percaya medis, dan ada pula yang menganggap bahwa pengetahuan tersebut hanyalah mitos belaka.

Sekembalinya kami dari hutan, informasi mengenai tanaman herbal semakin banyak ketika kami duduk di teras rumah mama Ana sambil disuguhkan kopi dan teh. Suami mama Ana ikut menjelaskan bahwa di zaman dahulu, jika orang tua ingin meneruskan pengetahuan, mereka akan bercerita kepada anak yang menurut mereka layak mendapatkan pengetahuan ini. Orang – orang tua akan bercerita sambil mengunyah sirih pinang dan ketika selesai, sisa sirih pinang tersebut diberikan secara langsung ke mulut sang anak. Proses ini dinamakan mamae sehingga dengan sendirinya anak akan mengingat setiap kalimat yang diceritakan oleh orang tuanya.

Cerita lain yang saya peroleh mengenai tanaman herbal adalah dari Bapak Untung, kepala dusun 05, kampung Kulun Desa Uiasa. Jika pertemuan dengan mama Ana pertama kali terjadi di kantor Desa, lain hal dengan Bapak Untung yang langsung saya temui di rumahnya pada tanggal 20 Desember 2022. Pada saat itu dilakukan sosialisasi progam kepada warga Dusun 05 sekaligus identifikasi tanaman obat dari hutan yang masih dimanfaatkan hingga sekarang. Menurut beberapa orang tua yang juga hadir yakni mama Ana Niti Susang, Oma Cornalia dan Mama Apriana Bukan ada satu jenis tanaman yakni Hliu Bikloben yang hanya tumbuh di hutan marga milik keluarga Laibahas . Tanaman tersebut tumbuh di atas batu dan semua orang di Kulun bahkan orang – orang dari Desa Letbaun juga mengambilnya dari hutan tersebut. Menurut Bapa Untung, tanaman tersebut biasa digunakan untuk mengobati ternak yang sakit dan juga sebagai penawar racun untuk manusia.

Mama Ana Niti Susang menjelaskan bahwa jika mengambil tanaman ada cara – caranya tersendiri. Misalnya ketika ingin mengambil kulit pohon anonak untuk mengobati diare maka kulit pohon harus di potong sebanyak 3 bagian dan dipotong ke arah atas. Setelah itu, berbalik badan dan buang satu potong ke arah belakang. Dua potongan kulit kayu lainnya lalu direbus dan diminum. Sementara Bapak Untung menceritakan bahwa almarhum ayahnya adalah seorang blipa in tehen yang mampu mengobati patah tulang dimana pengetahuan tersebut kini diturunkan ke beliau. Tanaman yang biasa ia gunakan untuk mengobati patah tulang adalah pohon Nila. Tanaman ini bisa dimanfaatkan oleh orang – orang biasa akan tetapi khasiatnya lebih lama dibandingkan jika diobati oleh beliau sendiri. Menurut Bapak Untung , orang – orang yang memiliki talenta tertentu seperti beliau, memiliki cara cara dan ritualnya tersendiri dalam mengambil tanaman tersebut sehingga pengobatannya bisa lebih cepat. Pengetahuan ini hanya diturunkan secara turun temurun oleh orang – orang tertentu saja dan tidak semua orang boleh mengetahuinya.

Usai menjelajahi hutan, kami mendapat 26 jenis tanaman yang diidentifikasi dari Dusun 03 (Nubungtalung) dan 22 jenis tanaman dari Dusun 05 (Kulun) Desa Uiasa. Sebenarnya masih banyak sekali tanaman yang memiliki khasiat obat di dua kampung ini tetapi karena cuaca buruk maka identifikasi saya hentikan sementara dan akan berlanjut di lain waktu.

Menurut tuturan mama Ana di Suin, Bapak Untung serta mama-mama di Kulun, pengetahuan mengenai tanaman obat kebanyakan diketahui oleh generasi lama yang usianya di atas 50 tahun. Hanya anak-anak muda tertentu saja yang mengetahui informasi ini, itupun jika orang tuanya memiliki pengetahuan lokal tersebut. Saat ini masyarakat masih bisa mengakses hutan untuk mendapatkan obat – obatan, pakan bahkan pangan. Jika kekayaan tanaman obat tidak didokumentasikan dan dilakukan konservasi, bukanlah suatu hal yang tidak mungkin jika kekayaan plasma nutfah dan pengetahuan yang bermanfaat bagi warga semau dan barangkali dunia akan punah. Jika tidak dicermati, pariwisata yang berkembang pesat di Pulau Semau dapat memusnahkan keayaan genetik dan pengetahuan obat – obatan Pulau Semau.***

 

Lainnya: