Jumat 4 Desember 2021 Matahari di Langit Sulamu sangat terik. Laut yang tenang menemani aktivitas masyarakat pesisir kelurahan sulamu siang itu. Anak muda dan orang tua saling berbaur. Ada yang sedang membuat kapal, memperbaiki kapal yang rusak dan ada yang melakukan transaksi jual beli rumput laut. Sekelompok ibu terlihat sedang berkumpul saling berbagi cerita di bawah rindangnya pohon sambil makan sirih pinang. Apa saja cerita mereka?
***
Siang itu tim dari Yayasan Pikul dalam program Voice Of climate Action yang bekerjasama dengan Koaksi Indonesia dan didukung oleh Hivos akan melakukan penjajakan awal di Kelurahan Sulamu, Kecamatan Sulamu Kab. Kupang(4/12/21).
Penjajakan ini bermaksud untuk menggali informasi cerita mengenai praktik dan pengalaman masyarakat pesisir ketika menghadapi cuaca ekstrim dan adaptasi pasca cuaca ekstrim dalam rangka menjalankan program Voice Of climate Action.
Dalam obrolan santai antara nelayan dan tim dari Yayasan PIKUL, ibu Siti berkisah situasi waktu Seroja lalu.
”Saat Seroja April kemarin, para petani rumput laut menderita kerugian besar karena laut membawa semua bibit dan rumput laut. Semuanya tidak ada sisa. Waktu itu tidak ada pemberitahuan dari BMKG tentang badai. Kami tidak berpikir bahwa itu adalah badai. Kami kira itu hanya banjir rob yang sering terjadi pada setiap tahun. Ada anak-anak dan orang tua ada yang mengungsi sementara kami sebagian tetap di sini jaga barang. Air waktu itu, masuk kesini semua (- sambil menunjuk ke arah rumah warga -). Jangankan seroja, musim barat biasa saja air pasti naik sampai ke rumah karena tidak ada tanggul di depan. Pelabuhan laut juga rusak yang biasa kami pakai buat sandar kapal penumpang. Semoga kami bisa dapat perhatian dari pemerintah untuk kondisi ini” kenang mama Siti.
Dampak perubahan iklim contohnya Seroja yang lalu, adalah pengalaman pertama dan tak lekang dari ingatan Aba Mink. Sebagai seorang nelayan, Aba Mink juga dipercayakan menjadi sebagai RT. Aba Mink menjadi sakis dari banyaknya kerugian yang dialami oleh warganya Aba Mink berharap masyarakat selalu waspada karena cuaca sekarang sudah tidak menentu.
“Ini pengalaman pertama beta alami begini. Sampan hancur. Beta punya 100 tali agar-agar siap panen habis semua. Beta hampir gila karena kerugian beta hitung sekitar 47 juta. Situasi waktu itu Awal memang tidak ada peringatan dari BMKG dan dari mana-mana. Tiba-tiba saja angin dan muncul awan banyak. Beta perintahkan masyarakat waspada. Sebagian kami tidak mengungsi karena jaga barang dirumah” jelas Aba Mink.
Dalam program Voice Of Climate Action Yayasan Pikul bersama Koaksi juga ikut mendukung gerakan anak muda dengan jejaring kepemudaan yang akan diamplifikasi suaranya bersama-sama melalui pesan solusi iklim berbasis lokal untuk nusantara. Kelompok difabel juga dilibatkan dalam program ini.
Saat ditanya, apakah ada kelompok anak muda di lokasi ini? salah satu pemudi dengan suara lantang menjawab, “Kami kami ada kelompok pemuda/i masjid. Kami sering berkegiatan seperti rekreasi pada saat hari raya, kegiatan lain hampir setiap hari jumat orang muda masjid sering bersama-sama melaksanakan kegiatan bersih-bersih pantai” jelas Masita salah satu anggota kelompok pemudi masjid.
Program VCA ini akan dilaksanakan di kota kupang dan kabupaten kupang dengan menyasar kelompok nelayan, petambak garam, pencari kerang , kepiting dan kelompok difabel. Kelompok ini penting diakomodir suaranya karena selama ini kelompok yang disebutkan diatas kurang didengar suaranya.
“Program ini nanti akan dilaksanakan di Kota Kupang dan Kab. Kupang, dengan fokus pada kelompok nelayan, petambak garam, pencari kerang, kepiting dan kelompok difabel agar kepentingan mereka juga dapat diakomodir soal merespon perubahan iklim dan pembangunan infrastruktur di pesisir yang dibutuhkan masyarakat” jelas Dina Soro, Project Manager, Voice of Climate Action.***(Marno Lejap-PIKUL)