Perempuan Nelayan Kota Kupang Pasca Badai seroja

Foto : Christa/Pikul

Sebelum seroja pendapatan per hari bisa mencapai 300-400 ribu, belum termasuk pendapatan untuk penjualan lobster yang ada di sekitar pantai tedis. Namun setelah seroja, sangat sulit mencari ikan. Pendapatan berkurang drastis, bahkan untuk mendapatkan 20-50 ribu per hari sangatlah sulit” – Mariam Badaruddin, Nelayan Perempuan Kelurahan Airmata, Kota Kupang.

Kilas Balik Seroja dan dampaknya pada Nelayan

Masyarakat Nusa Tenggara Timur tentu tidak akan pernah lupa tentang siklon seroja yang menyerang sebagian besar wilayah NTT pada 4 April 2021 lalu.  Badai tersebut menyebabkan angin kencang, banjir hingga gelombang laut tinggi mencapai 6 meter. Akibatnya lebih dari 5000 orang terdampak, 181 orang meninggal dunia, 271 orang terluka 45 ribu orang hilang, 11,4 ribu orang mengungsi dan 66 ribu rumah rusak (sumber: Flash update AHA Center, 13 April 2021).

Nelayan adalah salah satu profesi yang paling terdampak badai seroja. Dilansir dari Mongabay.com, laporan perekonomian provinsi NTT tahun 2021 yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, siklon seroja menyebabkan kerusakan berat pada 537 unit kapal kapasitas 1-10 GT dan 65 unit kapal kapasitas 10 – 30 GT.  Rusaknya kapal nelayan berakibat pada terganggunya penghidupan dan mata pencaharian utama mereka.

Aktivitas perempuan nelayan di Kota Kupang

Seroja semakin menambah kerentanan perempuan nelayan di Kota Kupang.

Setelah seroja, hasil laut berkurang drastis. Cuaca tidak dapat diprediksi. Kami  juga tidak dapat membudidayakan rumput laut dengan baik.” Ujar Anesta Adoe, Nelayan Pasir Panjang.

Anesta Adoe adalah nelayan di kelurahan pasir panjang yang hingga saat ini aktif berjualan hasil – hasil laut di lapaknya yang terletak tepat di depan Hotel Sotis Kupang. Dalam wawancara bersama Pikul, Anesta bercerita bagaimana dulu  ia dan perempuan nelayan lain berjualan hasil laut hampir setiap hari. Hasil laut tersebut adalah tangkapan dari nelayan lain di Pulau Kera, berupa kerang, gurita, dan lainnya.

Setelah ada seroja, semuanya berubah drastis. Perubahan cuaca tidak dapat diprediksi, sering terjadi angin kencang dan hujan deras secara tiba-tiba.”-  Meri Adoe,  Pasir Panjang

Perempuan nelayan bukan hanya sekedar istri nelayan tetapi mereka justru memiliki peran besar dalam meningkatkan taraf ekonomi keluarganya mulai dari proses persiapan pelayaran hingga  pasca produksi atau penjualan. Mereka juga tetap menjalankan peran domestik sebagai ibu rumah tangga. Ketika perahu mereka rusak dan suami tidak bisa melaut, perempuan nelayan harus putar otak untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Di Kelurahan Pasir Panjang, selain berjualan hasil laut, perempuan nelayan juga berjualan minuman dan makanan di Pesisir Pantai Pasir Panjang pada sore hingga malam hari untuk menambah penghasilan.

Perempuan Nelayan saling bantu untuk mencukupi kebutuhan .

Sebagai nelayan perempuan, saya berusaha untuk membantu perempuan lain. Saya biasanya mencari ikan, kemudian teman saya bibi aisyah akan menjual ikan tersebut. Hasil dari penjualan ikan akan saya bagi sama rata dengan bibi aisyah” – Ujar Mariam Badaruddin, Nelayan Perempuan Kelurahan Airmata, Kota Kupang.

Mariam Badaruddin atau yang biasa disapa mama Tete, seorang perempuan yang berprofesi sebagai nelayan di Kelurahan Airmata Kota Kupang menceritakan bagaimana ia membantu Bibi Aisyah, temannya sesama nelayan  untuk menyambung hidup. Saat tidak ada hasil tangkapan, Mariam biasanya bekerja serabutan, seperti membuka jasa parut kelapa, membantu memasang pukat untuk teman nelayan lain, bahkan menjadi tukang bangunan dan mengerjakan kuburan. Asalkan bisa menghasilkan uang.

Tiga tahun pasca seroja, nasib perempuan nelayan tidak ada perubahan signifikan, bantuan tak kunjung datang.

Setelah seroja bantuan yang datang hanya berupa bantuan PKH, yang cukup membantu kami dalam memenuhi kebutuhan dan membayar uang sekolah anak-anak kami” – Anesta Adoe, Pasir Panjang.

Dilansir dari Antaranews.com, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah menyalurkan dana bantuan senilai Rp 849,3 miliar untuk perbaikan 53.400 unit rumah warga di 16 kabupaten/kota yang rusak akibat bencana alam badai siklon tropis seroja di NTT pada 5 April 2021. Sayangnya, tidak disebutkan bantuan perahu dan alat tangkap untuk nelayan terdampak.

Kepala bidang Perikanan Tangkap Agustinus Bulu mengatakan bahwa pihaknya sudah mengajukan ratusan kapal yang rusak di seluruh wilayah NTT, tetapi belum mendapat respon dari kementrian (Dalam wawancara bersama  Victorynews.id pada 23 Maret 2023).

Sejauh ini pemerintah hanya memberikan bantuan berupa pukat, yang jika dianyam dan digunakan akan mengembang, sehingga sulit untuk digunakan. Banyak bantuan pasca seroja yang tidak tepat sasaran. Banyak nelayan yang seharusnya mendapatkan bantuan, tidak mendapatkan bantuan” Ujar Mariam .

Masyarakat pesisir menghadapi kenyataan berlapis dampak krisis iklim, eksploitasi SDA, dan sosio-ekonomi pesisir. Sebagian besar masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir merupakan kelompok nelayan kecil.  Sayangnya negara masih memandang isu pesisir bukan pada bagaimana caranya melindungi masyarakat pesisir yang rentan terhadap krisis iklim tetapi justru mementingkan eksploitasi SDA tanpa komitmen nyata perlindungan masyarakat pesisir dari kerusakan ekosistem. (EG/Pikul).

Lainnya: