Pernyataan Sikap untuk Tragedi Yogyakarta

Keterangan foto : Pernyataan sikap tragedi Yogyakarta

Salah seorang tetua warga NTT di Yogyakarta memimpin ibadat untuk mendoakan para korban penyerbuan lapas di Instalasi Kedokteran Forensik RSUD Dr. Sardjito, kabupaten Sleman, Yogyakarta, Minggu (24/3). Kebaktian yang diikuti kerabat dan ratusan warga NTT di Yogyakarta ini dilakukan untuk mendoakan keempat korban penyerbuan Lapas Kelas II B Cebongan Sleman sebelum diberangkatkan ke daerah asal dan berlangsung khidmat. FOTO: TEMPO/Suryo Wibowo ———————————————————

 

KOALISI WARGA NEGARA UNTUK TRAGEDI YOGYAKARTA

Forum Academia NTT, ECOSOC, PIAR NTT, Perkumpulan PIKUL, BENGKEL APPeK, KNPI Provinsi NTT, LBH APIK, LBH Timor, Institut Sejarah Timor, Yabiku TTU, BP Pemuda GMIT Sinode, LAKMAS, Rumah Perempuan, CIS Timor, Yayasan Cemara Kupang, KOAR, ANBI, Geng Motor IMUT, Dewan Kesehatan Rakyat, PMKRI Cab. Kupang, GMKI Cabang Kupang, Garda TTU

Sekali lagi teater kekerasan yang dilakukan oleh aparat terlatih bersenjata terjadi di Republik Indonesia. Kali ini terjadi di Yogyakarta. Sekali lagi hak warga negara untuk hidup dilanggar kelompok bersenjata. Kali ini di Yogyakarta, kali lain di belahan lain Nusantara.

Kami, Koalisi Warga Negara untuk Tragedi Yogyakarta, mengutuk keras pembunuhan yang dilakukan terhadap empat orang warga negara Republik Indonesia dengan cara yang amat brutal dan sadis di LP Cebongan-Yogyakarta.

Mencermati urutan kejadian dan pernyataan – pernyataan atas kejadian tersebut, dan atas nama solidaritas terhadap korban dan keluarga, serta keprihatinan terhadap lemahnya supremasi hukum di Indonesia, kami menyatakan:

Bahwa Indonesia adalah negara hukum, dan setiap orang berkedudukan yang sama di mata hukum. Karena itu, tidak memandang latar belakang suku, agama, ras, dengan perilaku seperti apapun, tidak ada satu pun warga negara yang boleh menjadi korban extra judicial killing.

Bahwa pembantaian massal terjadi di Lembaga Permasyarakatan, yang seharusnya merupakan bagian dari upaya pembinaan bagi para penghuninya, adalah suatu kegagalan negara. Tempat yang harusnya menjadi bagian dari proses penegakan hukum, justru dibiarkan menjadi tempat pelanggaran hukum yang brutal.

Keputusan memindahkan tahanan oleh Kepolisian DI Yogyakarta membuat kepolisian lebih mudah melepaskan tanggungjawab atas keselamatan tahanan. Seharusnya pihak Kepolisian dan TNI AD lebih mampu menyelesaikan persoalan ini terutama jika ada anggotanya terlibat dalam konflik. Konflik struktural kedua institusi ini sudah seharusnya dicarikan jalan keluarnya.

Pernyataan Panglima Kodam IV Diponegoro bahwa pembantaian tersebut bukan dilakukan oleh “anggota TNI AD” dalam wilayah militernya merupakan pernyataan prematur dan menunjukkan tidak ada penghormatan atas proses hukum. Seharusnya proses hukumlah yang memutuskan siapa pelaku pembantaian tersebut. Pernyataan ini hanya memperkeruh suasana, terutama karena masyarakat bisa menilai dari cara pembantaian yang terorganisir, terencana, terlatih, dan oleh mereka yang memiliki kapasitas penggunaan senjata secara profesional. Jika dalam pembuktian di kemudian hari, ternyata pelaku pembantaian adalah anggota TNI — maka Pangdam harus bertanggungjawab atas ucapannya

Karena itu kami menuntut:

  1. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus menunjukkan tanggungjawabnya dengan
  2. Membebastugaskan seluruh aparat yang terkait dengan kasus ini, terutama: (1) Kapolda DIY: Brigjen Polisi Sabar Rahardjo, (2) Pangdam IV/Diponegoro: Mayor Jenderal TNI, Hardiono Saroso, (3) Komandan Grup 2 Kopassus Kandangmenjangan Letkol Inf Maruli Simanjuntak, dan anggota kesatuan Grup 2 Kopasssus Kandang Menjangan-Kartasura, dan (4) Kepala Lapas Cebongan-Yogyakarta, untuk diperiksa.
  3. Membentuk KPP HAM Tragedi Yogyakarta.
  4. Menuntut proses peradilan yang transparan bagi para anggota TNI, jika terbukti dikemudian hari bersalah.
  5. Kepolisian Republik Indonesia dan Menteri Hukum dan HAM untuk mengusut penyimpangan prosedur titip tahanan dan membenahi sistem ‘titip tahanan’ dalam kasus yang amat sensitif terkait POLRI dan TNI AD, karena bisa dikatakan pihak kepolisian melepaskan tanggungjawabnya dalam melindungi ‘hak hidup tahanan’.

Meminta agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengusut tuntas akar masalah pembunuhan sistematis yang dilakukan di penjara negara. Terutama terkait dengan rivalitas premanisme yang melibatkan institusi kepolisian dan TNI AD dalam bisnis hiburan malam dan elemen ikutan di dalamnya baik di Yogyakarta maupun wilayah Indonesia lainnya.

Seluruh institusi kenegaraan dan segenap warga negara untuk bahu membahu mencari jalan keluar atas krisis kehidupan bernegara yang terus memburuk dan ada dalam kondisi anarki

Sekali Merdeka Tetap Merdeka! Sekali Republik Tetap Republik!

Kota Kupang, 25 Maret 2013

KOALISI WARGA NEGARA UNTUK TRAGEDI YOGYAKARTA

Lainnya: