Indonesia telah meratifikasi Persetujuan Paris 2015 dan berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) secara signifikan. Dalam upayanya mencapai target emisi yang ditetapkan dalam Nationally Determined Contribution (NDC), Indonesia menerbitkan Perpres Nomor 98 Tahun 2021. Perpres ini menetapkan target pengurangan emisi GRK hingga 41% pada tahun 2030 dibandingkan dengan tahun 2010.
Sektor energi menjadi fokus utama dalam upaya pengurangan emisi. Indonesia telah memulai kebijakan penggunaan energi campuran dan mengarahkan pengembangan sumber energi terbarukan. Dalam Rencana Umum Kelistrikan Nasional (RUKN), disebutkan bahwa diperlukan peningkatan penyediaan listrik dari energi terbarukan hingga 28% pada tahun 2038 untuk mencapai target transisi energi yang lebih berkelanjutan.
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi besar dalam pengembangan sumber daya energi terbarukan, termasuk panas bumi, air, biomassa, arus laut, dan gelombang laut. Pemerintah NTT berkomitmen untuk meningkatkan elektrifikasi hingga 99% dan mencapai komposisi pembangkit listrik baru dan terbarukan sebesar 52,28% pada tahun 2030. Kebijakan pendukung melibatkan konservasi sumber daya energi dan diversifikasi energi. Gubernur NTT juga telah mengeluarkan Surat Edaran No. BU.671/04/ESDM/2022 tentang konservasi energi di lingkungan instansi pemerintahan. Meskipun tantangan masih ada dalam mencapai target emisi, telah terjadi kemajuan dalam peningkatan akses listrik di NTT yang sudah mencapai 93% terutama di desa-desa. Namun demikian, capaian untuk elektrifikasi rumah tangga masih perlu ditingkatkan mengingat masih banyak wilayah terpencil yang belum terjangkau listrik.
Melalui serangkaian diskusi terfokus yang dilakukan oleh Indonesia Research Institute for Decarbonization (IRID) dan Yayasan PIKUL bersama stakeholder terkait, telah teridentifikasi beberapa tantangan utama dalam pengembangan Energi Terbarukan (ET) di NTT yang telah dituliskan secara rinci dalam dokumen berikut.
Unduh Dokumen : https://bit.ly/TransisiEnergiNTT