Suasana diskusi publik keragaman pangan, untuk kelompok masyarakat dan pengguna Pelangi Meja*
PIKUL – Selasa, 26 Mei 2015, Pikul mengadakan Diskusi Publik untuk mensosialisasikan program Keragaman untuk Kedaulatan Pangan dan berbagi praktek yang telah dilakukan selama 2 tahun di Desa Oelnaineno dan Desa Ohaem 2, Kabupaten Kupang.
Diskusi ini ingin untuk mensosiaisasikan pentingnya isu keragaman pangan untuk kedaulatan pangan masih menjadi wacana di berbagai kalangan. Saat ini praktek-praktek peningkatan nutrisi masih bersifat kuratif dan berujung pada menurunnya ketahanan pangan masyarakat. Untuk itu perlu diterus diadakan dialog untuk mempertukarkan ide dan praktik-praktik terbaik yang dilakukan oleh berbagai pihak. Diskusi ini melibatkan lebih dari 20 peserta, dari berbagai pemangku kepentingan, baik pihak pemerintah, LSM, Kader Posyandu dan termasuk para pengguna Pelangi Meja dari 2 desa.
Berdasarkan Pemetaan Pangan di Pulau Timor (bagian barat), Pulau Rote-Ndao, Pulau Sabu dan Pulau Lembata tahun 2013, diketahui bahwa NTT memiliki keragaman antar jenis dan intra jenis. Keragaman antar jenis yang ada mulai dari serealia, kacang-kacangan, hingga umbi-umbian (talas, ubi jalar, ubi kayu dsb). Sedangkan keragaman intra-jenis meliputi berbagai variasi di dalam jenis tersebut, biasanya ditandai dengan penyebutan nama lokal yang berbeda, misalnya Jagung (Zea Mays L) di Kupang memiliki nama pen busi, pen koto, pen saijan dsb.
Keragaman pangan berkontribusi pada upaya peningkatan gizi balita. Pada penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Gizi dan Makanan, Kemenkes RI, mengenai gambaran keragaman makanan dan sumbangan terhadap energi protein pada anak balita pendek di Indonesia tahun 2011, diketahui bahwa keberagaman memiliki korelasi dengan balita pendek (stunting).
PIKUL atas dukungan dari Oxfam lewat program FDS (Food Diversity and Sovereignity) mengembangkan satu alat untuk melakukan penilaian mandiri (self assesment) terhadap keberagaman pangan di meja makan atau disebut “Pelangi Meja”. Alat ini telah diujicobakan di Kabupaten Rote, 2 desa yang diintervensi (Desa Oh’aem 2 dan Desa Oelnaineno, dan di Molo, Kabupaten Timor Tengah Selatan.
Pada tahun ke dua, program FDS menghubungkan keragaman produksi dan konsumsi di tingkat rumah tangga. Sebagaimana telah disebutkan dalam proposal tahun pertama, keragaman pangan pasti akan terlihat dari penyajian di meja makan untuk seluruh keluarga. Menghubungkan antara keragaman sumber bahan pangan dengan konsumsi juga memerlukan prasyarat seperti konservasi pangan lokal, dan pengembangan benih, tanaman dan juga pengetahuan. Selengkapnya mengenai program FDS dapat diunduh pada lembar Project Brief disini: *** (Zadrakh Mengge)