Cerdas Iklim, Kunci Pengurangan Resiko Bencana Inklusif

“Pengurangan resiko bencana penting untuk menjadi pengetahuan bersama seluruh kelompok masyarakat”

Pengetahuan pengurangan resiko kebencanaan adalah pengetahuan yang wajib diketahui oleh semua kelompok masyarakat termasuk kelompok Disabilitas. Namun faktanya, Dalam kegiatan pengurangan resiko bencana tidak semua masyarakat terlibat di dalamnya. Hasil riset Garamin NTT yang didukung oleh Yayasan PIKUL menunjukkan bahwa 68% difabel tidak tahu sama sekali tentang apa itu perubahan iklim dan 93% responden tidak dilibatkan dalam Adaptasi Perubahan iklim di desa.

Tercatat 92% difabel mengatakan mereka tidak memiliki forum Pengurangan Resiko Bencana di desanya. Ditemukan 82 % difabel tidak tahu tentang apa itu COVID-19. Riset ini dilakukan di 8 desa yang tersebar di Kabupaten Kupang (Desa Oelomin, Oh aem 1, dan Oh aem 2) dan Kabupaten TTS (Desa Biloto, Kuanfatu, Mnenalete, Taiftob, dan Bosen) pada 100 penyandang disabilitas.

Menindaklanjuti hasil riset ini, Yayasan Penguatan Lingkar Belajar Komunitas Lokal (PIKUL) melalui proyek Komunitas Tangguh Iklim dan Bencana di Indonesia lewat penguatan petani perempuan (ICDRC-YFF) bekerjasama dengan OXFAM dan atas dukungan dari Australian AID/DFAT- Kemensos RI, mengadakan Workshop Membangun Jaringan Kerja Efektif untuk Pengurangan Risiko Bencana yang Cerdas Iklim dan Inklusif dalam Melakukan Praktik CSDRM. Kegiatan ini bertujuan untuk mendukung terbentuknya jaringan kerja dan ekosistem pentahelix dalam isu PRB yang cerdas iklim dan inklusif.

“Paradigma baru soal kebencanaan sekarang adalah bencana bukan menjadi tanggung jawab pemerintah semata tetapi sudah menjadi tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat pentahelix dalam hal melibatkan LSM, masyarakat, dunia usaha, akademisi, media juga termasuk kelompok difabel” Ungkap Kalak BPBD kab.TTS Yerry Nakamnamu saat membuka kegiatan workshop membangun jaringan kerja efektif untuk pengurangan risiko bencana yang cerdas iklim dan inklusif dalam melakukan praktik CSDRM, (11/02/2022).

Lebihlanjut Yerry mengakui bahwa Selama ini upaya PRB di Kabupaten TTS, sudah ada jejaring terbangun antara kelompok Pentahelix PRB dengan kelompok difabel tetapi pelaksanaannya belum maksimal. oleh karena itu,  dengan Kegiatan positif hari ini ada teman-teman kelompok difabel juga terlibat harapannya setelah kegiatan ini ada rencana aksi untuk dijadikan panduan kedepan dalam upaya PRB di TTS yang  inklusif.

Narasumber pada workshop ini adalah praktisi modeling cuaca, Norman P.L B. Riwu Kaho, SP, MSc, memaparkan tentang fenomena cuaca ekstrim di NTT Sekarang dan 10 tahun ke Depan serta Dampak dan Antisipasi. Kak Elmi Ismau dari Garamin NTT yang memaparkan tentang Keterlibatan Difabel dalam Isu Penanganan Risiko Bencana dan Adaptasi Perubahan Iklim (Berdasarkan Hasil Riset KAMI HARUS TERLIBAT).

Pendekatan Baru

disesi FGD difasilitasi oleh Kak Dany Wetangterah dari yayasan PIKUL memperkenalkan pendekatan baru dalam pengurangan resiko bencana. Konsep ini menggabungkan elemen informasi iklim. Pendekatan ini disebut Pengurangan resiko bencana yang cerdas iklim/ Climate Smart Disaster Risk Management.

Konsep pengurangan resiko bencana ini dikembangkan karena empat hal mendasar yang pertama, karena perubahan iklim sudah dekat dengan kita;  kedua, supaya kelompok rentan juga terlibat dalam isu PRB (PRB Inklusif); ketiga,  promosi kapasitas adaptif masyarakat untuk menghadapi perubahan iklim dan Keempat, memperkuat jejaring dan kemitraan.

Disesi ini, dalam sebuah skenario kecil peserta bermain 5 peran untuk memanfaatkan informasi iklim dalam pengurangan resiko bencana.  5 peran itu adalah sebagai pemerintah, dunia usaha, masyarakat, media dan akademisi. simulasi ini bertujuan untuk melihat  jejaring yang terbangun antar elemen serta upaya memperkuat kemitraan antar elemen pentahelix.

Respon peserta atas simulasi ini semua elemen menunjukan bahwa pertama, sangat penting koordinasi antar kelima elemen ini, untuk melakukan perencanaan bersama agar meminimalisir kegiatan yang saling tumpang tindih; kedua, perlu kerjasama lintas elemen menjadi kunci keberhasilan pengurangan resiko bencana, dan ketiga, literasi informasi terkait iklim dan pusat informasi juga sangat berarti dalam upaya menguragan resiko bencana ataupun saat terjadi bencana.

Bertempat di hotel Bahagia 2 kota Soe, kegiatan ini dihadiri oleh unsur pemerintah dari BPBD dan Dinas Sosial, FPRB TTS, FPRB Kab. Kupang, OMS KIPDA TTS, PERTUNI, STIKIP SOE, Gereja EFATA, Forum disabilitas peduli kasih, perwakilan media katongNTT.com dan nkripost.com.(Mariano Lejap-PIKUL)***

 

 

 

 

 

 

 

 

Post Related

Scroll to Top