Oleh: Torry Kuswardono
Kurang dari 30 menit, ada sekitar 16 jenis tanaman dan tumbuhan sumber pewarna alam yang diceritakan Ibu Eni. Akasia, secang, ara, kersen (talok), nangka, kecipir,dan masih banyak jenis tumbuhan dan tanaman lokal yang bisa digunakan sebagai pewarna benang tenun di Desa Sembalun Lawang, Kecamatan Sembalun, Lombok Timur. Ibu Eni adalah Ketua Kelompok Tenun Sangkabira di Dusun Lebak Daya, Desa Sembalun Lawang. Dengan semangat dan bahasa yang tercampur antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Sasak-Lombok, beliau menuturkan cara mendapatkan bahan-bahan alam untuk pewarna tenun.
Di depan kami terhampar berlembar-lembar kain tenun. Sebagian besar kain tenun berwarna pastel dengan berbagai motif yang utamanya garis-garis tebal dan tipis memanjang. Ada pula motif kotak-kotak seperti kain sarung buatan pabrik tekstil dengan berbagai warna pastel. Kain-kain tenun nan cantik itu berukuran lebar 60-65 cm dengan panjang 2 m. Ada pula yang sudah dijahit menjadi kain berukuran lebar 1,2-1,3 m dengan panjang 2 m. Ukuran ini adalah ukuran umum tenun artisan atau tenunan tangan.
Sembalun Lawang, desa persinggahan dan destinasi wisata bagi para pelancong di Lembah Sembalun. Dari punggung timur Rinjani, tepatnya di puncak (Pusuk) Sembalun, Lembah Sembalun terhampar di kelilingi pegunungan. Di Lembah Sembalun, para pelancong biasanya berkunjung menikmati keindahan lembah yang dipenuhi hamparan sawah dan kebun. Para pendaki, selalu singgah di Sembalun untuk mempersiapkan diri menuju puncak Rinjani (3726 m) atau hanya sekedar melakukan hiking dan camping di pegunungan sekitarnya.
Sembalun Lawang adalah lokasi program Perempuan dan Pengelolaan Sumber Daya Alam kolaborasi antara Pikul-NTT dengan Perkumpulan Gema Alam -NTB. Program ini bertujuan untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam pengelolaan bentang alam yang berkaitan langsung dengan penghidupan perempuan. Pikul bekerja di NTT dan Gema Alam menangani program di NTB. Tenun adalah salah satu sumber hidup perempuan. Perempuan di NTB dan di NTT sebagian hidup dari membuat dan menjual tenun. Tenun berbahan alami seperti kapas dan pewarna alam yang dibuat dengan tangan memiliki harga jual yang lebih tinggi. Lebih dari itu, penggunaan bahan alam hingga pada titik tertentu dapat menjadi pendorong pemeliharaan dan pengembangan keanekaragaman hayati.
Dalam obrolan singkat yang berlangsung kurang lebih satu jam, perempuan Desa Sembalun Lawang sudah menyebutkan 16 sumber pewarna yang berasal dari tumbuhan hutan dan tanaman. Kabarnya sumber pewarna masih bisa lebih dari 16. Pemeliharaan dan pengembangan tumbuhan untuk tenun saja sudah akan mampu mempertahankan 16 spesies tanaman. Belum lagi jika tumbuhan tersebut berada dalam sebuah kawasan. Pemeliharaan kawasan tempat sumber pewarna tumbuh dapat menjadi sebagai sebuah strategi konservasi bentang alam multi-manfaat. Perbaikan tangkapan air dan sumber air, regulator siklus oksigen dan karbon-dioksida serta siklus hara, juga menjadi sumber-sumber serat, pangan, dan energi adalah manfaat dari area hutan atau sejenis hutan.
Esoknya, kami menuju Desa Sukarara, di Kabupaten Lombok Tengah. Desa ini terletak tidak jauh dari jalan by-pass Mataram-Bandara Lombok Praya. Sukarara adalah desa yang terkenal menghasilkan tenun songket khas lombok yang akan menjadi desa lokasi program kolaborasi Pikul-Gema Alam. Saat kami datang, selain sambutan hangat dengan kue-kue tradisional, berlembar-lembar kain tenun pewarna alam pun dibentangkan di berugak tempat kami bertemu.
Seperti juga para penenun di Sembalun Lawang, perempuan penenun di Desa Sukarara ini sudah bergabung dalam Kelompok Tenun Lumbung Sensek. Kelompok Tenun Lumbung Sensek adalah kelompok tenun yang difasilitasi oleh Gema-Alam lewat program pemberdayaan perempuan yang didukung oleh Oxfam. Tenunan mereka cantik dan berkualitas tingg. Mereka adalah penenun-penenun handal yang tampaknya sudah siap untuk menuju tahap berikutnya, masuk ke pasar yang lebih besar.
Tenun Sukarara adalah tenun songket yang bertabur ornamen motif. Tenun Sukarara lebih dikenal dibandingkan tenun Sembalun. Desa Sukarara sudah lama menjadi desa tenun. Hanya saja, saat ini kelompok tenun lebih fokus pada tenun berbahan alami.
Sama seperti di Sembalun, dalam waktu singkat Ibu Nisa, sang ketua kelompok, dengan lancar menyebutkan belasan sumber pewarna alam dari tanaman dan tumbuhan. Sebagian kecil saja yang sama dengan Sembalun. Banyak tanaman dan tumbuhan sumber pewarna alam di Sukarara yang berbeda dengan Sembalun. Maklum saja, dari Sukarara adalah desa di dataran rendah kurang dari 500 mdpl dan lebih dekat dengan pesisir. Sementara Sembalun adalah desa di dataran tinggi lebih dari 1000 mdpl. Menjadi wajar jika jenis tumbuhan dan tanaman yang tumbuh pun berbeda.
Menurut Wenn, senior di Gema Alam, kemungkinan besar tumbuhan dan tanaman yang menjadi sumber pewarna di desa-desa lain yang memiliki iklim dan ekosistem berbeda juga akan berbeda. Jika demikian, bisa dibayangkan pemanfaatan sumber pewarna alam secara berkelanjutan saja akan mampu mendorong konservasi keanekaragaman hayati. Dalam 2 hari kami sudah mendapatkan lebih dari 20 jenis tanaman dan tumbuhan yang dapat dikembangkan dan dikonservasi sebagai sumber pewarna. Boleh jadi jenis tanaman dan tumbuhan sumber pewarna alam lain akan lebih banyak dibandingkan yang dipercakapkan dalam 2 hari.
Tenun adalah tradisi. Dulunya dipakai dan digunakan untuk berbagai upacara adat. Tetapi jaman sudah berubah, tenun bukan hanya untuk dipakai dalam peristiwa-peristiwa tradisi. Tenun telah menjadi barang dagangan untuk berbagai macam keperluan pariwisata. Selain sebagai bahan pakaian, tenun juga dijadikan ornamen interior ruangan dan berbagai macam barang lain seperti tas, sarung bantal, selimut dsb. Meluasnya tenun sebagai bahan untuk berbagai macam keperluan memberikan harapan bagi Ibu Eni dan kelompoknya. Apalagi Provinsi Nusa Tenggara Barat sudah dicanangkan sebagai tempat wisata.
Pasar sudah terbuka. Pekerjaan selanjutnya adalah memastikan pasokan sumber bahan tenun secara keberlanjutan, dan memastikan agar pasar mampu menyerap tenun-tenun ini. Semuanya sedapat mungkin dalam kendali perempuan-perempuan penenun. Mereka bukan hanya pandai menenun tetapi juga mampu memastikan alam tetap memberikan yang terbaik buat diri mereka.***