Yudris dan Para Petani Perempuan Oh’Aem II

Ia menyilang kedua tangannya di atas kain tenun hijau yang melingkari pinggangnya. Dengan gestur yang lembut ia berbicara. Tawa selalu pecah setiap kali menyelesaikan setiap kalimat. Walau demikian, nyala matanya mengisyaratkan ketegasan. Selalu ada harapan yang panjang pada kata-katanya, seperti tinggi bambu-bambu yang menjulang di belakang rumahnya.

Tahun 2022, Yudris Amekan (29) tak menyangka bahwa pertemuannya dengan Young Female Farmer (YFF) bisa membawanya kembali mencintai dunia pertanian di kampung halaman, mengenal tanah di sekitarnya dengan cara yang lebih kreatif. 

“Awalnya hanya ikut temani kaka (Yemima Amekan), tetapi lama-kelamaan saya merasa bahwa program YFF ini sepertinya bagus untuk terus diikuti,” Yudris memulai kisahnya.

YFF adalah salah satu program Komunitas Tangguh Iklim dan Bencana di Indonesia atau Indonesia Climate and Disaster Resilient Communities (ICDRC) yang dilakukan sejak tahun 2019. Program ini digagas oleh PIKUL dan OXFAM dengan tujuan mengaktifkan refleksi petani muda perempuan di desa untuk semakin menyadari hak-hak mereka, meningkatkan kesejahteraan meskipun terdapat goncangan, tekanan, dan ketidakpastian iklim.

Yudris yang bermukim di Desa Oh’aem II Kecamatan Amfoang Selatan, Kabupaten Kupang, akhirnya mengikuti kegiatan-kegiatan yang digelar pada program YFF. Ia belajar cara membuat pupuk organik cair dan keterampilan menanam sayuran. Terpenting, Yudris menyerap keterampilan kepemimpinan.

Setelah pendampingan oleh PIKUL lewat YFF, Yudris memperkuat wawasan manajemen keuangan lewat pelatihan Usaha Bersama Simpan Pinjam (UBSP) di Lembata. Di sana, ia belajar tentang cara menumbuhkan ekonomi komunitas di wilayah desa dengan suku bunga yang rendah agar bisa membantu masyarakat kecil. Melihat akses modal yang mudah, potensi kemandirian finansial dan penguatan solidaritas masyarakat desa, Yudris yakin bahwa UBSP bisa diterapkan di desanya, Oh’aem II. 

UBSP: Celengan Perempuan Desa, Bakti, dan Solidaritas

Tiba di Oh’aem II, Yudris mengajak sahabat dan tetangga perempuan di sekitarnya.  Ia mengenalkan cara kerja UBSP dan hubungannya dengan praktik pertanian yang pernah didapatkannya dari YFF. Karena itu, pengelolaan keuangan simpan pinjam itu dibarengi dengan pelatihan pembuatan pupuk organik cair, mengelola bibit dengan lebih maksimal, dan menenun secara berkelompok.

Pada 5 September 2023, bersama 9 orang temannya, ia mulai menjalankan UBSP yang diberi nama Betmanu Lete. Bermodalkan sepuluh ribu per bulan, UBSP Betmanu Lete terus bergerak. Kerap bila memiliki uang lebih di tangan sepuluh ribu atau dua puluh ribu setiap anggota akan memberikannya ke kelompok sebagai bentuk tabungan. Karena itu, UBSP menjadi celengan hidup yang bisa dibuka kapan saja saat mengalami krisis.

Namun bagi Yudris, modal utama UBSP Betmanu Lete adalah tenaga kerja yang setia dan saling mendukung antaranggota. Jika ada rekan anggota yang kesulitan dalam menyiapkan lahan, menanam, atau memanen, maka di antara para anggota akan bergotong royong untuk saling membantu. 

“Di UBSP Betmanu Lete kita tidak hanya berkutat di antara simpan dan pinjam tetapi yang terpenting saling peduli antaranggota,” tegas Yudris.

Bagi kebanyakan peminjam, uang itu sangat dibutuhkan, mulai dari membeli kopi dan gula saat musim olah lahan dan panen, membeli bibit tanaman, hingga membayar biaya sekolah anak-anak mereka.

“Tantangannya kalau ada yang tidak setor satu atau dua bulan, perputaran uang macet. Jadi saya memang tegas dan terus mengingatkan para peminjam karena uang harus selalu berputar di antara para peminjam sampai tutup buku di akhir tahun,” ungkap Yudris.

Kelompok UBSP Betmanu Lete selalu bertemu rutin pada tanggal 5 setiap bulan. Pada momen ini, mereka saling berbagi dan mengevaluasi kerja mereka dan terus mengingatkan Yudris Amekan untuk selalu tegas soal ketepatan waktu dari proses simpan dan pinjam.

“Sampai sekarang kita memang terus memaksimalkan pelayanan. Pernah ada yang datang tengah malam mengeluh minta uang, kita layani. Kadang saya tidak mau karena peminjam itu tidak terlalu meyakinkan tetapi kembali lagi apa yang dia keluhkan memang genting dan butuh uang saat itu juga. Kalau begitu biasanya hati saya tergerak untuk bantu karena sebagai sesama orang di kampung saya paham betul persoalan yang setiap peminjam hadapi,” Yudris menjelaskan.

Dengan kesiagaan dan pelayanan yang mengedepankan empati, anggota UBSP Betmanu Lete terus bertambah banyak. Terlihat memang jumlahnya tetapi sebetulnya yang ditekankan oleh Yudris dan rekan-rekannya adalah kualitas keanggotaan yang paham konteks sosial para peminjam.

“Kami butuh saat itu, pasti langsung dilayani”, kata Yerti Matamtasa, salah satu anggota USBP Betmanu Lete. “UBSP ini bagus makanya kami juga merasa kelompok ini sangat membantu kehidupan kami sebagai petani perempuan di desa.”

Untuk semakin memapankan ekonomi komunitasnya, Yudris bersama teman-temannya menjaring kekuatan perempuan desa melalui kelompok tenun. Kelompok ini saling membantu dalam mengerjakan kain tenun. Tahapan tenunan kain di Oh’aem II sudah sedikit modern karena menggunakan benang sintetis yang dibeli di toko. Ringkasnya, tahapan tenunan terdiri dari luruk, lolok, dan penenunan.

Luruk adalah tahapan penguraian benang, lolok adalah tahapan pemasangan benang lungsi yang memanjang secara vertikal. Kemudian penenunan, tahapan pemasukan benang horizontal dan direkatkan dengan gerak kayu ceper yang memukul-mukul.

Bagi para perempuan dalam kelompok tenun ini, tahapan luruk dan lolok dikerjakan secara kolektif, sementara penenunan dikerjakan sendiri. Biasanya, untuk menghasilkan satu kain tenunan alokasi waktunya mencapai tiga bulan, tetapi saat dikerjakan bersama hanya butuh satu bulan.

Mereka selalu berpindah-pindah pada setiap rumah penenun untuk saling mengunjungi. Suasana senda gurau, tawa, dan kisah-kisah hidup perempuan desa yang bertukar tangkap dan lepas selalu mewarnai kerja kolektif mereka.

“Kami saling bantu sehingga kami lebih semangat. Setiap minggu atau dua minggu sekali kami baku kunjung, ada yang bawa kopi, teh, dan gula, ada yang bawa makanan. Nanti kami masak, makan, dan menenun. Kadang bisa sampai malam sekali,” jelas Sintise Matamtasa, salah satu anggota kelompok tenun ini.

Walaupun penjualan masih menjadi urusan masing-masing anggota, hingga kini hasil dari penjualan kain tenun cukup untuk membantu perekonomian rumah tangga mereka. Yudris sebagai pemimpin terus mencari jalan untuk membuka ruang pasar yang lebih baik bagi para perempuan penenun ini.

Sudah banyak hal baik yang dikerjakan Yudris bersama rekan-rekannya di Desa Oh’aem II. Namun perjuangan bukan jalan pendek.  Meskipun berskala kecil, mereka percaya apa yang dikerjakan secara serius, pelan-pelan akan memberi imbas besar.

“Harapannya ke depan UBSP kami bisa punya rumah sendiri biar kami bisa memaksimalkan pelayanan, punya peralatan yang lebih lengkap seperti printer, kertas, dan lain-lain. Kemudian mungkin bisa buat buku tabungan untuk anggota,” harap Yudris.

Yudris sempat menyinggung, ke depan ia ingin membuka ruang kelompok belajar bagi anak-anak di Desa Oh’aem II. Baginya pendidikan juga merupakan investasi masa depan yang berharga.

“Saya masih cari tenaga yang bisa bantu bimbing anak-anak di sini. Setelah dapat nanti baru cari akses. Kalau anak-anak bisa lancar membaca dan mencintai pengetahuan, ke depan Oh’aem II pasti akan lebih maju,” pungkasnya.

Hari semakin sore ketika wawancara nyaris berakhir. Yudris masih tersenyum sesekali melirik ke luar jendela. Matanya berkaca-kaca. Teman-temannya tahu itu adalah cerminan harapan. Okomama diedarkan, perempuan-perempuan tertawa. Jalan masih panjang.

Referensi: 

Dunstan Obe. (2025). Yudris dan Para Petani Perempuan Oh’Aem II [Wawancara dan narasi lapangan]. Desa Oh’aem II, Kecamatan Amfoang Selatan, Kabupaten Kupang, NTT, Indonesia.

PIKUL & OXFAM. (2019–2023). Young Female Farmer Program: Indonesia Climate and Disaster Resilient Communities (ICDRC). Program dokumentasi internal.

Post Related

Scroll to Top