Pernahkah Anda mendengar bahwa warna pakaian mempengaruhi seberapa panas tubuh kita di bawah sinar matahari? Peneliti asal Jepang dari The National Institute for Environmental Studies (NIES), Toshiaki Ichinose, pernah melakukan eksperimen untuk menentukan warna pakaian mana yang paling banyak menyerap panas. Dalam penelitiannya, ia menggunakan sembilan warna baju berbeda yang dijemur di bawah matahari, kemudian mengukur radiasi inframerah yang dipancarkan menggunakan kamera termal.
Hasilnya menunjukkan bahwa baju berwarna terang, seperti putih, menyerap lebih sedikit radiasi inframerah, artinya hanya sedikit panas yang diserap. Sebaliknya, baju berwarna gelap, seperti hitam, menyerap lebih banyak radiasi inframerah, sehingga panas yang ditahan juga lebih besar. Berdasarkan hasil eksperimen tersebut, dapat disimpulkan bahwa jika ingin tetap sejuk di bawah sinar matahari, sebaiknya mengenakan pakaian berwarna terang.
Secara fisika, hal ini berkaitan dengan konsep albedo, yaitu kemampuan suatu permukaan untuk memantulkan cahaya matahari. Warna gelap memiliki albedo rendah, artinya kemampuan memantulkan cahayanya kecil sehingga lebih banyak menyerap panas. Sebaliknya, warna terang memiliki albedo tinggi, mampu memantulkan sebagian besar energi cahaya yang diterimanya. Fenomena ini dapat dijelaskan melalui hukum Stefan–Boltzmann dan Planck, yang menyatakan bahwa setiap benda yang menyerap energi akan memancarkan kembali radiasi termal sesuai dengan suhu permukaannya.
Di bumi, konsep ini juga berlaku. Permukaan dengan albedo tinggi seperti es dan salju memantulkan banyak radiasi matahari, sementara permukaan dengan albedo rendah seperti lautan, hutan, atau aspal menyerap lebih banyak panas. Perbedaan ini berpengaruh besar terhadap suhu lokal maupun global. Menurut Yale Climate Connections (Appell, 2014), warna terang mampu memantulkan sebagian besar panas matahari, sedangkan permukaan gelap cenderung menyerap panas dan memanaskannya. Itulah sebabnya daerah dengan permukaan berwarna gelap cenderung lebih panas dibandingkan daerah dengan permukaan terang.
Lalu, bagaimana hubungan antara warna dan perubahan iklim?
Perubahan iklim adalah fenomena kompleks yang terjadi karena ketidakseimbangan energi dalam sistem bumi. Bumi menerima energi dari radiasi matahari dan memancarkan kembali energi ke luar angkasa dalam bentuk radiasi inframerah. Ketika keseimbangan antara energi yang masuk dan keluar terganggu misalnya karena peningkatan gas rumah kaca atau perubahan sifat reflektif permukaan bumi, suhu rata-rata bumi akan meningkat.
Mungkin muncul pertanyaan, apakah tren menggunakan pakaian berwarna hitam dapat memperburuk perubahan iklim? Jika ditinjau dari skala global, jawabannya adalah tidak signifikan. Luas permukaan tubuh manusia sangat kecil dibandingkan luas permukaan bumi. Akibatnya, panas tambahan yang diserap oleh pakaian gelap tidak cukup besar untuk mengubah keseimbangan energi global. Dengan kata lain, peningkatan suhu karena pakaian bersifat mikroskopik, bukan makroskopik.
Fenomena yang jauh lebih relevan adalah Urban Heat Island (UHI) yaitu peningkatan suhu di wilayah perkotaan akibat dominasi permukaan berwarna gelap seperti aspal, beton, dan atap bangunan. Permukaan-permukaan tersebut menyerap lebih banyak panas dibandingkan vegetasi atau tanah terbuka, sehingga meningkatkan suhu lokal dan memperburuk kenyamanan termal. Menurut penelitian Santamouris (2014) dalam Solar Energy, mengganti atap dan jalan dengan bahan reflektif atau warna terang (cool roofs) dapat menurunkan suhu kota dan mengurangi penggunaan energi pendingin.
Dari uraian tersebut, jelas bahwa pengaruh warna terhadap perubahan iklim terletak pada luas permukaan ber albedo rendah di bumi, bukan pada pakaian manusia. Semakin banyak permukaan gelap seperti aspal, beton, dan area tanpa vegetasi, semakin besar energi panas yang diserap bumi. Peningkatan suhu ini dapat mempercepat mencairnya es di kutub yang memiliki albedo tinggi, sehingga memperburuk ketidakseimbangan energi global.
Sebagai kesimpulan, warna memang berperan penting dalam regulasi panas, baik pada skala kecil maupun besar. Walaupun pakaian gelap hanya mempengaruhi suhu tubuh secara lokal, prinsip yang sama berlaku untuk planet kita. Semakin banyak permukaan bumi yang berwarna gelap dan menyerap panas, semakin besar potensi peningkatan suhu global. Karena itu, memilih material dan warna yang memantulkan cahaya bukan hanya soal kenyamanan, tetapi juga bagian dari upaya kecil menuju lingkungan yang lebih sejuk dan berkelanjutan.
Kontributor: Rachel Julia Ahab