“Jurnalisme warga ini menarik karena di era yang sekarang dimana kita semua semakin terkoneksi dengan internet, kita terkoneksi dengan banyak informasi, bahkan ada yang menyebutnya tsunami informasi. Dia menjadi satu hal yang penting untuk diperhatikan dan juga barangkali dijadikan satu sarana yang membuat kita lebih terinformasi, menjadi punya banyak pengetahuan tentang banyak hal salah satunya tentang cuaca, iklim, dan perubahan iklim” begitu kata Torry kuswardono, Direktur Eksekutif Yayasan PIKUL.
Dalam sambutan Direktur Eksekutif PIKUL sekaligus membuka kegiatan workshop Torry menggambarkan pengalamannya mengamati media dan jurnalisme warga, misalnya terkait dengan cuaca, mengandalkan media biasa itu jelas seringkali terlambat dibandingkan dengan jurnalisme warga. Di Kupang sendiri itu ada yang namanya Kupang.now, salah satu akun Instagram yang memang dia mengaku sebagai jurnalisme warga. Harapannya akan dibahas dalam workshop bagaimana sebetulnya bisa mendapatkan, bagaimana kita bisa menginformasikan sesuatu kepada warga secara bertanggung jawab dan tidak menimbulkan kepanikan. Serta etika apa yang harus dibangun dan bagaimana kita bisa mengajari semua orang bagaimana kita sharing informasi di dalam Forum yang dapat dikategorikan tentang jurnalisme.
Paparan sesi satu tentang Fenomena Cuaca Ekstrim di NTT, Sekarang dan 10 tahun ke Depan: Antisipasi yang Bisa Dilakukan Khususnya mengakses dan menyebarkan informasi kebencanaan oleh Norman P.L.B. Riwu Kaho, SP, MSc.
Akademisi Undana sekaligus Anggota FPRB NTT ini memaparkan bahwa siklon tropis seroja bukan siklon ‘pertama’ di sekitar wilayah NTT dan yang pertama ‘masuk daratan’ NTT. Berdasarkan Analisis spasial data sejarah jalur lintasan siklon tropis dari International Best Track Archive for Climate Stewardship (IBTrACS) menunjukkan dari tahun 1908 sampai awal Agustus tahun 2021 telah terdapat 56 siklon tropis yang melintas di sekitar wilayah Provinsi NTT sampai dengan radius 200 km dengan rincian, 49 siklon tropis telah diberi nama dan 7 diantaranya tidak bernama (not named). Dari tahun 1900 hanya ada 2 decade tanpa siklon tropis yang melintas dekat wilayah NTT. Terbanyak pada periode 1970 – 1979 terdapat 20 siklon tropis yang melintas dan terdapat kecenderungan yang meningkat. Musim siklon (cyclone season) di NTT dimulai dari November – Mei & 51% siklon tropis yang pernah melintas di dekat wilayah NTT terjadi pada bulan Maret – April.
Sementara dalam hal mengakses informasi, Norman merekomendasikan beberapa Aplikasi yang bisa digunakan seperti Inarisk Personal (integrasi dengan BMKG – Gempabumi dan PVMBG – Tanah Longsor & Status Gunung Berapi) – Potensi Risiko pada suatu wilayah (berdasarkan KRB), Info BMKG dan WRS-BMKG. Situs lain yang bisa digunakan untuk mengetahui siklon tropis :
- Peringatan dini siklon tropis dan ‘bibit’ siklon tropis di wilayah tanggung-jawab TCWC BMKG – http://meteo.bmkg.go.id/siklon/outlook
- Akun Facebook ‘Stasiun Meteorologi El Tari’
- Peringatan dini siklon tropis dan ‘bibit’ siklon tropis di wilayah tanggung-jawab TCWC Australia – http://www.bom.gov.au/cyclone/?ref=ftr
Atau Untuk mengecek area of investigation / INVEST (Calon ‘bibit’ siklon) bisa kunjungi :
- Joint Typhoon Warning Center (JTWC) di https://www.metoc.navy.mil/jtwc/jtwc.html ;
- tropicaltidbits (https://www.tropicaltidbits.com/storminfo/);
- Cyclonicwx (https://cyclonicwx.com/storms/); The
- Fleet Numerical Meteorology and Oceanography Center (FNMOC) di https://www.fnmoc.navy.mil/tcweb/cgi-bin/tc_home.cgi
Menanggapi paparan ini Buce Ga Ketua FPRB Provinsi NTT tertarik dengan ada siklus untuk menangkal hoax yang dibuat oleh om Norman, menurutnya harus ada satu agenda follow up bersama nanti melalui koordinasi jejaring pentahelix ke depannya. karena ini sangat penting peran media sangat strategis sebagai bagian dari jejaring pentahelix.
Dilanjutkan dengan sharing dari Frans Pati Herin jurnalis kompas.id dengan topik pelibatan dan peran media untuk advokasi isu bencana dan cuaca ekstrim di NTT. Dalam penjelasan Frans menceritakan pengalaman dan tantangan seperti banyak daerah lemah dalam mitigasi dan adaptasi, proses penanganan tanggap darurat ambradul dan tidak kalah penting adalah Kesadaran sebagian masyarakat yang menganggap bencana adalah kutukan, dan Hoaks di media sosial. Menurutnya masyarakat perlu diedukasi secara terus menerus dan media punya tanggung jawab untuk mengedukasi.
Sesi kedua disampaikan oleh Matheos Viktor Messakh tentang pelibatan dan kontribusi jurnalisme warga untuk advokasi isu bencana dan cuaca ekstrim di NTT.
Dalam materi disampaikan bahwa trend citizen journalism yang kini terus berkembang di berbagai belahan dunia, tak terlepas dari lahirnya web 2.0 yang memungkinkan netizen untuk menayangkan konten dalam bentuk teks, foto, dan video.
Peningkatan jumlah pengguna dan akses internet sangat potensial ikut mendorong perkembangan citizen journalism, terutama versi online. Keberadaan citizen journalism melalui media online yang bisa diakses oleh siapa saja, dimana saja, dan kapan saja, tetap menjadikan praktek jurnalistik oleh warga ini sebagai model ekspresi yang sangat kuat dan alat baru untuk mengimbangi pemerintah, industri, atau pihak-pihak besar lainnya yang berperan dalam mempengaruhi media.
Berkaitan etika, sebagai contoh untuk menghindari berita palsu atau berita yang tidak akurat, maka identitas jurnalis warga harus jelas. Berita yang dikirimkan juga harus bersifat kejadian dan bukan investigasi. Berita dari jurnalis warga yang baru kali pertama melaporkan juga tidak akan disiarkan secara langsung dan harus dicek ulang keakuratannya oleh jurnalis professional.
Terlepas dari semua upaya kolaborasi media mainstream dengan para jurnalis warga, citizen journalism seharusnya mempunyai prinsip-prinsip sendiri. Tokoh pendukung citizen journalism, Dan Gillmor dan J.D. Lasica mengemukakan lima prinsip dasar jurnalisme warga, yang meliputi accuracy atau ketepatan, Thoroughness atau ketelitian, transparency atau keterbukaan, fairness atau kejujuran, dan independence atau ketidakberpihakan. Dengan kata lain, jurnalis warga juga harus berdedikasi sebagai jurnalis.
Sementara itu rekomendasi penting yang bisa disampaikan warga dalam menulis isu bencana & cuaca ekstrim di NTT adalah sebagai berikut :
- Sangat penting bagi jurnalis warga untuk mengetahui dengan benar siklus manajemen penanggulangan bencana (Pra Bencana, Saat Bencana (Tanggap Darurat), Pasca Bencana), serta kegiatan-kegiatan dalam setiap tahap tersebut sehingga mereka punya pengetahuan dan kepekaan dalam meliput.
- Juga dasar-dasar manajemen pengurangan resiko bencana seperti perbedaan bencana dan risiko bencana, mengelola risiko bencana, faktor-faktor risiko bencana, upaya pengurangan Risiko Bencana, cakupan manajemen risiko bencana, perencanaan dalam manajemen risiko bencana.
Kemudian dilanjutkan dengan paparan tentang keberpihakan pada perempuan dan anak terkait dampak bencana dan perubahan iklim oleh Febriana Firdaus.
Jurnalis investigasi ini mengungkapkan bahwa pengalamannya selama ini menemukan bahwa yang terlihat selama ini dalam pemberitaan kebencanaan adalah laki-laki menjadi pahlawan secara individu dan perempuan lebih cenderung berjejaring dan membangun komunitas, bergerak bersama-sama dengan perempuan lain/ Komunal.
Ia mendorong bahwa prinsip yang harus dipahami dalam peliputan yang sensitif gender adalah perlu diperhatikan bahwa posisi perempuan dan anak rentan, perempuan dan anak tak punya akses dan power pada sumber daya alam, dan eksekusi story ideas/ Angle yang dipilih harus melibatkan perempuan.
Kegiatan ini berlangsung secara online pada 23 maret 2022, diadakan oleh Yayasan PIKUL lewat Proyek Komunitas Tangguh Iklim dan Bencana di Indonesia lewat Penguatan Petani Perempuan (ICDRC-YFF) bekerja sama dengan OXFAM dan atas dukungan dari Australian AID/DFAT – Kemensos RI. Adapun peserta workshop yang hadir adalah unsur Pemerintahan BPBD Provinsi NTT, unsur Media, LSM, Akademisi dan komunitas.
Tindak lanjut dari workshop ini adalah akan terselenggara 1 workshop pembuatan konten untuk advokasi isu bencana dan cuaca ekstrim di NTT April 2022 mendatang.***(Marno Lejap-PIKUL)