Gema Alam NTB bekerjasama dengan Yayasan PIKUL NTT atas dukungan dari Ford Foundation, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, DEKRANASDA Nusa Tenggara Barat, Dinas Perdagangan Provinsi Nusa Tenggara Barat, serta desainer profesional dari Indonesian Fashion Chamber (IFC) menyelenggarakan sebuah bazar dan pameran bertajuk “Lombok Tenun Expo” yang berlangsung pada Sabtu, 27 Mei 2023 di Ballroom Lombok Raya Hotel, Jl. Panca Usaha No.11, Cilinaya, Kec. Cakranegara, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. Kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan promosi dan pemasaran bahan pewarna alam, pasta indigo, tenun pewarna alam serta produk turunan sekaligus sebagai ruang untuk menyebarluaskan konsep dan pengalaman pemberdayaan perempuan dalam pengelolaan Sumber Daya Alam berkelanjutan yang kompatibel dengan Iklim di NTT dan NTB.
“Lombok Tenun Expo menjadi wadah memperkenalkan inisiatif perempuan dalam mengakses dan mengontrol rantai nilai produk tenun terutama yang pewarna alam, sekaligus wadah promosi & pemasaran bagi produk tenun dan turunannya. Tujuan Lombok Tenun Expo menjadi upaya dalam membangun ekosistem bisnis bagi perempuan yang akan berdampak pada menguatnya jiwa kepemimpinan perempuan, membantu meningkatkan kesejahteraan perempuan dan upaya mitigasi dampak perubahan iklim.” – Haiziah Gazali (Ketua Gema Alam NTB).
Sejak November 2021 – Mei 2023, Gerakan Masyarakat Cinta Alam (GEMA ALAM) melalui program ‘Pemberdayaan Perempuan dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Berkelanjutan yang Kompatibel dengan Iklim di NTB’ berupaya memberdayakan perempuan pedesaan untuk merevitalisasi dan meningkatkan keterampilan serta pengetahuan tentang pengelolaan ekosistem lokal yang berhubungan kuat dengan kesejahteraan dan mata pencaharian. Salah satunya melalui inovasi produk tenun di tiga lokasi yakni Kelompok Tenun Rinjani, desa Sembalun Lawang Kabupaten Lombok Timur, Kelompok Lumbung Sensek desa Sukarara Kabupaten Lombok Tengah, dan Kelompok Tenun Bayan Tangguh desa Bayan Kabupaten Lombok Utara.
Perempuan seringkali termarjinalkan dalam pengambilan keputusan terkait akses, partisipasi dan kontrol atas manfaat Sumber Daya Alam (SDA) padahal perempuan adalah pengakses utama sumber-sumber daya yang tersedia di alam. Mereka yang memiliki mata pencaharian utama di sektor pertanian, pangan, perikanan serta kerajinan kain tenun dan tembikar sangat bergantung pada ketersediaan sumber daya alam. Dalam kehidupan keluarga, perempuan memiliki peran yang lebih banyak mulai dari mengurus rumah, bahan pangan, ternak hingga mengurus kebun membuat perempuan menjadi kelompok paling rentan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi termasuk perubahan iklim. Menurut laporan Millennium Ecosystem Assessment yang diterbitkan pada tahun 2005, perubahan iklim akan lebih menjadi pendorong utama hilangnya keanekaragaman hayati pada akhir abad ini. Laporan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) ke – 6 tahun 2023, juga menyebutkan bahwa dampak dari perubahan iklim membahayakan kesehatan planet, umat manusia, dan spesies serta ekosistem yang menopang kehidupan di Bumi. Keanekaragaman hayati memainkan peran penting dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sehingga hilangnya keanekaragaman hayati akan berdampak pada akses perempuan terhadap sumber daya alamnya. Budaya patriarki menyebabkan adanya perbedaan kontrol, akses, peran juga aturan-aturan dalam masyarakat sehingga menyebabkan adanya perbedaan hak antara perempuan dan laki-laki. Anak laki-laki cenderung memiliki hak lebih besar dibandingkan anak perempuan termasuk soal hak atas tanah, hak untuk berbicara hingga hak untuk mengambil keputusan. Perbedaan kuasa dan peran tersebut akhirnya menimbulkan ketimpangan gender dalam masyarakat dimana laki-laki dianggap sebagai pemimpin yang suaranya lebih dihargai dibandingkan perempuan.
Menenun adalah sebuah aktivitas yang dilakukan oleh perempuan di pedesaan untuk menghasilkan kain yang digunakan dalam berbagai kegiatan adat, mulai dari upacara keagamaan hingga upacara perkawinan. Zaman dahulu menenun adalah wajib bagi semua perempuan di desa bahkan aktivitas ini dijadikan syarat untuk menikah. Seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, pengetahuan dan produksi masyarakat terhadap sandang, pangan, papan dan peralatan lokal berbahan sumber daya alam lokal mengalami penurunan termasuk bahan-bahan alami yang digunakan perempuan untuk menenun. Hal tersebut kemudian membuat masyarakat akhirnya memilih bergantung pada bahan sintetis dan manufaktur yang membuat terputusnya hubungan penduduk lokal dengan sumber daya alamnya. Penyebabnya antara lain karena adanya perubahan lanskap, berkurangnya cakupan hutan, perampasan lahan, peningkatan penggunaan teknologi, dan perubahan pola konsumsi. Meskipun demikian, perempuan masih memiliki hubungan yang lebih tinggi dengan sumber daya alam lokal dibanding laki-laki. Secara tradisional, perempuan memiliki keterampilan dan pengetahuan untuk memproduksi dan memanfaatkan sumber daya alam untuk sandang, pangan, papan (rumah), dan produk lain serta energi untuk keluarga. Namun, karena adanya ketimpangan gender yang menyebabkan perempuan lebih dikonstruksikan untuk menjalani peran tradisionalnya, mereka biasanya tidak dilibatkan secara strategis dalam pengambilan keputusan tentang penggunaan lahan dan sumber daya alam.
“Tenun alam adalah bagian dari upaya konservasi spesies-spesies alami yang bermanfaat langsung bagi perempuan, para pewaris budaya tenun. Pelestarian tenun alam yang ditopang oleh konservasi sumber daya alami oleh perempuan, menunjukkan perempuan adalah garda depan dari pengembangan ketahanan sosial ekologis dalam iklim yang sedang berubah. Pelestarian tenun berbahan alam adalah sebuah bukti bahwa perempuan pedesaan merupakan garda ketahanan iklim” – Torry Kuswardono, Direktur Yayasan Pikul.
Perubahan iklim adalah fenomena global yang dihadapi oleh semua negara saat ini. Ketua Dekranasa Nusa Tenggara Barat ibu Hj. Niken Saptarini Widyawati Zulkieflimansyah mengatakan bahwa perubahan iklim adalah tantangan bagi kita semua untuk bisa beradaptasi dan memberikan solusi bagi mereka yang terdampak terutama bagi perempuan.
“Upaya pemberdayaan perempuan yang berkaitan dengan pelestarian sumber daya alam dalam bentuk apapun dapat membantu memitigasi dampak perubahan iklim dan sekaligus memberikan peluang ekonomi bagi perempuan untuk bisa mandiri dan beradaptasi dengan perubahan iklim” tutur ibu Hj. Niken Saptarini Widyawati Zulkieflimansyah.
Ketersediaan sumber daya alam dan lanskap yang utuh telah menopang mata pencaharian perempuan di Desa untuk keluarga dan keturunannya. Kawasan pedesaan Nusa Tenggara yang bentang alamnya merupakan mozaik hutan kering, savana, persawahan, mangrove, dengan ekosistem pedesaannya yang memberikan sumber daya yang mendukung kehidupan masyarakat pedesaan saat ini cenderung berubah, khususnya penggunaan sumber daya modern yang tidak berkelanjutan, berakibat pada putusnya mata pencaharian masyarakat dan lanskapnya.
Kondisi tersebut telah coba dihadapi oleh Gema Alam dengan program ‘Pemberdayaan Perempuan dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Berkelanjutan yang Kompatibel dengan Iklim di NTB’. Program ini berupaya memberdayakan perempuan pedesaan merevitalisasi dan meningkatkan keterampilan serta pengetahuan tentang pengelolaan ekosistem lokal yang berhubungan kuat dengan kesejahteraan dan mata pencaharian. Salah satunya melalui inovasi produk tenun yang dilakukan oleh tiga kelompok tenun di desa Sembalun Lawang Kabupaten Lombok Timur, desa Sukarara Kabupaten Lombok Tengah dan desa Bayan Kabupaten Lombok Utara. Ketiga kelompok ini membudidayakan beragam tumbuhan untuk memastikan ketersediaan serat dan bahan pewarna alam. Bahkan ada yang membuat pasta pewarna alam, beberapa sudah mulai memintal benang sendiri. Selain kain tenun pewarna alam, ketiga kelompok juga membuat produk turunan; baju, celana/bawahan, outer, totte bag, bucket hat, dompet, dan lain-lain. Produk kreasi tenun ini juga tidak lepas dari dukungan Indonesian Fashion Chamber (IFC) yang memberikan ilmu dan pelatihan terkait fashion dari bahan dasar tenunan alam.
Khairunisa ketua Kelompok Lumbung Sensek (LS) Sukarara mengaku bahwa ini adalah pengalaman pertama mereka bekerjasama dengan desainer profesional. Waktu pelatihan yang singkat membuat para anggota kelompok tenun ini berpikir kreatif dalam membuat sebuah produk. Pagelaran Lombok Tenun Expo ini turut membantu mereka dalam promosi dan penjualan hasil tenun kelompok. Perempuan yang akrab disapa Nisa itu mengaku bahwa produk dari kelompoknya banyak yang laku terjual.
Hal senada juga disampaikan oleh Anas Dwipurwani salah satu designer kelompok Tenun Rinjani (KTR) Sembalun Lawang, Kabupaten Lombok Timur. Anas merasa bangga bahwa hasil kerjanya dipakai oleh model dan diapresasi dalam bentuk fashion show.
“Awalnya memang kesulitan karena kami semua saat mengikuti pelatihan masih awam. kami mengalami kesulitan di cara menggambarnya, tapi karena pada dasarnya saya suka fashion dan semangat untuk belajar jadi cukup bisa mengikuti. Hari ini saya bangga dan senang karya saya dipakai oleh model dalam fashion show Lombok Tenun Expo” – Anas Dwipurwani (Kelompok desa Sembalun Lawang Kabupaten Lombok Timur).
Elkana Gunawan, salah satu desainer sekaligus mentor yang terlibat dalam membina para kelompok tenun dalam membuat produk fashion yang dipamerkan pada Lombok Tenun Expo mengaku terharu karena kelompok perempuan ini memiliki rasa ingin tahu dan belajar yang tinggi sehingga baju yang dikenakan oleh para model saat fashion show seperti bernyawa.
“Saya bangga sekali dan terharu. Sebuah tantangan bagi saya karena harus mengajar dari nol. Mereka benar-benar awam. Hari ini baju-baju mereka seperti punya nyawa dan semoga mereka tidak berhenti sampai di sini dan perlu diikutsertakan lagi dalam event-event semacam ini” tutup Elkana Gunawan menyampaikan harapannya.
Kolektif gerakan perempuan pejuang alam (GP2A) Desa Leloboko, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur turut berpartisipasi dalam bazaar dan pameran “Lombok Tenun Expo”. Kolektif ini menyajikan tenun dari pewarna alami, kapas, alat pintal benang lokal dan hasil gulungan yang dibuat dari pewarna alami. Leny Abaus perwakilan GP2A Leloboko yang diundang saat itu menuturkan rasa bangganya bisa menampilkan karya tenunan mereka dalam sebuah event besar di luar NTT. Selain bisa menampilkan tenunan, GP2A Leloboko juga mendapatkan ruang pertukaran informasi dan ilmu terkait praktik baik yang dikerjakan oleh kelompok-kelompok tenun di NTB.
“Event Lombok Tenun Expo adalah ruang untuk menyebarluaskan konsep dan pengalaman pemberdayaan perempuan dalam pengelolaan sumber daya alam yang kompatibel dengan iklim NTB.” – Muhamad Juaini (Team leader program Perempuan dan Pengelolaan Sumber Daya Alam). *** (Miu)