Rekomendasi Second NDC Berkeadilan

Tahun ini, Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menyerahkan Komitmen Iklim Kedua atau Second Nationally Determined Contribution (SNDC) kepada UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change). Komitmen ini merupakan kontribusi Indonesia untuk mencapai tujuan Persetujuan Paris demi mengatasi krisis iklim yang mengancam nasib bumi dan umat manusia. Sebelumnya, Pemerintah Indonesia telah tiga kali menyerahkan dokumen komitmen iklimnya, yaitu Intended NDC (INDC) di 2015 yang kemudian ditetapkan menjadi First NDC di tahun 2016, Updated NDC (UNDC) di 2021, dan Enhanced NDC (ENDC) di 2022. Akan tetapi, keadilan iklim belum menjadi pendekatan dan indikator utama penyusunan komitmen iklim Indonesia dari 2015 hingga 2022.

Dalam konsep keadilan iklim, kebijakan iklim harus menempatkan kelompok rentan sebagai subjek yang bermakna sebagai aktor, kontributor, pelaksana dan penerima manfaat utama dari kebijakan iklim yang disusun. Hal ini harus didasarkan pada pengakuan hak dan kebutuhan subjek rentan, pelibatan bermakna kelompok rentan dan terdampak, penciptaan kondisi terbukanya akses atas sumber daya alam secara swadaya oleh masyarakat, serta pemulihan dari kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh pembangunan yang destruktif dan kerugian akibat krisis iklim. Dengan kata lain, kebijakan iklim yang adil harus memuat keadilan rekognitif, prosedural, distributif dan restoratif (IPCC, 2022; Juhola et al., 2022)

Sayangnya, dokumen NDC Indonesia selama ini belum secara eksplisit menyatakan komitmen terhadap keadilan iklim. Muatan mitigasi dan adaptasi dalam NDC pun belum merefleksikan empat dimensi keadilan iklim secara menyeluruh. Melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Ratifikasi Persetujuan Paris dan penerbitan NDC, Indonesia telah mengikatkan diri pada kewajiban untuk menghormati hak asasi manusia dalam penanganan perubahan iklim sebagaimana tercantum dalam pembukaan Persetujuan Paris. Persetujuan Paris mewajibkan Indonesia untuk menghormati, mempromosikan, dan mempertimbangkan kewajibannya terhadap hak asasi manusia, hak atas kesehatan, hak masyarakat adat, masyarakat lokal, migran, anak-anak, orang muda, orang tua, penyandang disabilitas, dan orang-orang dalam situasi rentan; hak atas pembangunan, termasuk kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, dan kesetaraan antar generasi. Namun, NDC belum menyebutkan secara menyeluruh kelompok masyarakat yang mata pencaharian dan penghidupannya sangat terdampak oleh perubahan iklim sebagai kelompok rentan seperti petani kecil, nelayan tradisional, masyarakat pesisir, buruh, dan pekerja informal. Pengejawantahan keadilan rekognitif, distributif, dan restoratif dalam program kunci, strategi, maupun rencana aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim seringkali belum terlihat. Implementasinya pun masih sangat minim, sebagaimana dirasakan oleh perwakilan berbagai subjek rentan dalam berbagai putaran diskusi yang telah dilaksanakan masyarakat sipil. 

Terkait keadilan prosedural, pelibatan bermakna subjek rentan masih dirasakan jauh dari memadai, baik dalam penyusunan maupun implementasi kebijakan iklim. Dalam Enhanced NDC (ENDC), partisipasi hanya dilihat secara sempit dalam konteks adaptasi perubahan iklim, khususnya aspek ketahanan sosial dan penghidupan, serta dalam program yang sangat spesifik seperti perhutanan sosial. Pelibatan bermakna kelompok rentan belum dimaknai sebagai bagian dari tahapan penyusunan dan implementasi pembangunan dan kebijakan iklim. Bahkan, pelibatan bermakna pun absen dalam proses penyusunan NDC itu sendiri. 

Saat ini, Pemerintah Indonesia sedang menyusun naskah Second NDC (SNDC) untuk diserahkan lebih awal dari target yang diberikan UNFCCC. Dalam prosesnya, keadilan iklim mengharuskan adanya pelibatan publik dalam penyusunan dan implementasi SNDC khususnya subjek-subjek rentan secara memadai melalui keterbukaan informasi dokumen SNDC dan akses partisipasi yang terbuka, inklusif, dan akuntabel. Subjek-subjek rentan mencakup antara lain petani kecil, perempuan petani, nelayan tradisional, perempuan nelayan, masyarakat adat, buruh, pekerja informal, penyandang disabilitas, anak-anak, orang muda, dan lansia.  Oleh karena itu, sejumlah organisasi masyarakat sipil yang mengadvokasikan hak-hak subjek rentan berinisiatif untuk menggalang dan menyusun masukan untuk memperkuat muatan keadilan iklim dalam Second NDC Indonesia. 

Penyusunan dokumen masukan ini melibatkan kurang lebih 60 organisasi berskala nasional dan daerah melalui beberapa kegiatan lokakarya yang membahas usulan untuk SNDC serta penggalangan masukan tertulis. Masukan ini juga mengadopsi hasil-hasil konsultasi rakyat berkaitan dengan upaya mendorong UU Keadilan Iklim yang mewakili subjek-subjek rentan yang terdampak perubahan iklim dan aksi perubahan iklim (lihat bagian Subjek). Konsultasi-konsultasi berkaitan dengan agenda-agenda perubahan iklim dilakukan dengan menggunakan 3 sudut pandang. Sudut pandang pertama adalah meninjau agenda perubahan iklim berdasarkan Dimensi Keadilan Iklim. Sudut pandang kedua melihat persoalan perubahan iklim dan keadilan iklim dari kacamata Subjek. Sudut pandang ketiga berkaitan dengan Lanskap yang merupakan ruang hidup dari subjek-subjek yang terdampak perubahan iklim maupun aksi perubahan iklim.

Dokumen final rekomendasi Second NDC : Baca di sini

Post Related

Scroll to Top