Masyarakat tidak tahu istilah Taman Nasional. Tiba-tiba sudah ada papan di sana. Taman Nasional itu bahasa adatnya apa? Sejak dahulu kala, masyarakat tahu bahwa Mutis itu hutan adat, hutan larangan. Apa itu Taman Nasional? Seluruh aktivitas di Mutis harus sesuai izin Usif, tapi penetapan ini tidak ada dialog dengan para usif. Ini sama saja tidak menghormati hukum adat kami,” kata Yeheskiel Mnune, tokoh adat Mollo.
Bagi orang Mollo, Gunung Mutis bukan sekadar hutan. Ini adalah rumah, sumber makanan, dan tempat sakral yang sudah dijaga turun-temurun. Tapi tiba-tiba, pemerintah menetapkan Mutis sebagai Taman Nasional tanpa ngomong dulu sama mereka. Jelas hal ini buat masyarakat adat Mollo tidak terima!
Keputusan Sepihak yang Bikin Resah
Pemerintah, lewat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), ngumumin perubahan status Mutis-Timau jadi Taman Nasional pada 8 September 2024. Keputusan ini diambil bareng Bezos Earth Fund (BEF), organisasi filantropi dari Amerika Serikat, lewat teleconference. Katanya sih buat melindungi alam dan bikin zonasi biar masyarakat tetap bisa beraktivitas.
Tapi menurut masyarakat adat, mereka udah punya sistem zonasi sendiri sejak lama. “Kita udah dari dulu ngatur wilayah sendiri. Ada tempat buat ternak, buat ritual, buat wisata. Pemerintah ngerti nggak soal ini?” tambah Yeheskiel.
Mereka takut status baru ini justru bakal membatasi akses ke sumber daya alam yang selama ini jadi penopang hidup mereka. “Kami nggak beli makanan dari luar, hutan yang kasih kami makan. Kalau hutan diambil, gimana nasib kami nanti?” kata Mama Lodia Oematan dari Desa Fatumnasi.
Mutis Kembali Jadi Hutan Adat!
Sebagai bentuk perlawanan, masyarakat adat Mollo gelar ritual adat pada 28 Januari 2025 buat balikin status Mutis jadi hutan adat. Ritual ini dimulai dari Nausus, lalu ke enam titik sakral di kaki Gunung Mutis, dan diakhiri dengan penyembelihan hewan serta penanaman pohon beringin di pintu masuk sebagai simbol persatuan.
Dalam pernyataan sikap, mereka tegas menolak status Taman Nasional. “Kami nggak peduli sama surat keputusan pemerintah, yang kami patuhi adalah hukum adat! Kalau ada yang melanggar, hukum adat punya konsekuensinya sendiri,” kata Alfred Baun, perwakilan masyarakat Mollo.
Gerakan penolakan ini juga terjadi di Desa Noepesu dan Fatuneno, Timor Tengah Utara, lewat ritual adat pada 31 Oktober 2024.
Masyarakat Adat Berjuang Sampai Titik Darah Penghabisan!
Bagi mereka, Mutis bukan cuma sekadar kawasan hijau, tapi tanah leluhur yang harus dijaga. Mereka berharap pemerintah menghormati adat dan hak mereka. “Kami menolak taman nasional! Kembalikan Mutis jadi hutan adat kami!” tegas Aleta Baun, tokoh perempuan adat Mollo Utara.
Sumber: Pikul.id