Bagaimana Jika Ternak Makan Sampah?

“Pernahkah anda membayangkan apa yang terjadi jika sapi, kambing, atau ayam kita makan sampah setiap hari?”

Pengelolaan sampah yang buruk tidak hanya mempengaruhi kehidupan manusia, tetapi juga seluruh makhluk yang hidup di bumi ini. Bagaimana tidak ? pemandangan ternak makan sampah sepertinya sudah sangat lumrah ditemukan dimana saja termasuk di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur.  Di Indonesia, tak jarang kita melihat pemandangan ternak yang dilepasliarkan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Pemandangan serupa juga ditemukan di TPA Alak, Kota Kupang. Sapi dan kambing mencari makan bersamaan dengan para pemulung, mengais tumpukan sampah dan mengunyah sisa-sisa sampah organik seperti daun kering, kulit buah hingga sayuran busuk. Bahkan tak jarang ada juga yang mengunyah plastik.

Namun, pernahkan terlintas di pikiran kita bahwa sampah dari manusia yang dimakan oleh ternak akan kembali bersarang pada tubuh manusia?

Ternak yang rutin mengkonsumsi sampah dapat mengalami berbagai masalah kesehatan, yang kemudian berdampak pada kualitas produk turunannya seperti daging, susu, dan telur. drh. Diana Agustiani Wuri, M.Si, Dosen Pendidikan Dokter Hewan dari Fakultas Kedokteran & Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, menjelaskan beberapa konsekuensi akibat kebiasaan ini. Di antaranya adalah malnutrisi, gangguan pencernaan, infeksi bakteri, virus, dan parasit, serta keracunan makanan. Selain itu, ternak juga berisiko mengalami trauma fisik akibat luka dari benda tajam dalam tumpukan sampah. Bahkan, konsumsi sampah dapat menyebabkan kematian akibat obstruksi usus, yaitu penyumbatan pada usus halus maupun usus besar yang menghambat penyerapan zat gizi. Obstruksi ini seringkali disebabkan oleh konsumsi plastik yang tidak sengaja termakan saat ternak mencari makan di tempat sampah. 

Hewan sama seperti manusia yang membutuhkan asupan gizi seimbang. Nah, apabila dia mengkonsumsi produk-produk yang sebenarnya bukan makanan alaminya, tentu saja akibat yang pertama hewan akan mengalami malnutrisi. Keadaan ternak yang malnutrisi akan melemahkan sistem imun dan membuat hewan lebih rentan terhadap berbagai penyakit ” Jelas drh. Diana Agustiani Wuri, M.Si .

Sampah seringkali mengandung bahan berbahaya seperti logam berat, bahan kimia beracun, bakteri, virus dan patogen berbahaya lainnya. Konsumsi bahan-bahan ini dapat menyebabkan keracunan, kerusakan organ, dan gangguan metabolisme pada hewan. 

Penelitian yang dilakukan oleh Nangkiawa, dkk (2013) pada sampel darah sapi yang dipelihara di TPA Alak, menunjukkan hasil positif logam berat kadmium (Cd) sehingga menimbulkan residu dalam jaringan dan organ sapi. Kadmium adalah salah satu jenis logam berat yang digunakan dalam industri untuk pelapisan logam, pewarnaan batu baterai, minyak pelumas dan bahan bakar. Ternak yang mengkonsumsi makanan atau minuman yang tercemar kadmium dengan dosis 350 mg dapat mengalami keracunan akut (Darmono, 1995, cit. Kafiar dkk., 2013) 

Penelitian lain yang dilakukan oleh Berata., dkk (2016) menunjukan bahwa plasma darah Sapi Bali yang dipelihara di TPA Kota Denpasar mengandung logam berat timah hitam (Pb) dengan kadar rata-rata 6,595±1,85 ppm. Penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa logam berat Pb telah terdistribusi ke seluruh jaringan tubuh sapi termasuk jaringan otot dan daging. Dalam wawancara yang dilakukan oleh Tim Pikul melalui zoom, Drh. Diana menjelaskan bahwa hewan yang mengkonsumsi sampah akan berpengaruh pada produk-produk turunan yang dihasilkan seperti Daging, susu dan telur. Bahan pangan asal hewan yang akan dikonsumsi oleh manusia harus bebas dari cemaran fisik, biologi maupun kimia. 

Logam berat seperti timah hitam (Pb) sangat membahayakan baik bagi sapi maupun manusia yang mengkonsumsi dagingnya, yaitu dapat menyebabkan degenerasi otak (Hegazy dan Fouad, 2015) dan anemia (Apostoli et al., 1988).  Akumulasi logam berat dalam tubuh sapi tidak hanya membahayakan kesehatan individu hewan tetapi juga berpotensi masuk ke rantai makanan, sehingga menimbulkan risiko bagi predator dan manusia yang mengonsumsi hewan tersebut. Pada manusia, logam berat dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan, termasuk kerusakan sistem saraf, kerusakan otak, kelumpuhan, gangguan pertumbuhan, kerusakan ginjal, kerapuhan tulang, kerusakan DNA, dan kanker (Agustina, 2014).

Selain ancaman logam berat, mikroplastik juga menjadi perhatian serius. Plastik telah menjadi masalah lingkungan global, dengan produksi dan konsumsi yang terus meningkat menghasilkan jutaan ton sampah setiap tahunnya. Akibatnya, partikel-partikel kecil plastik atau mikroplastik tersebar di ekosistem darat dan perairan. Keberadaan mikroplastik menimbulkan kekhawatiran akan kesehatan hewan dan manusia. Hewan dapat terkontaminasi melalui konsumsi makanan dan minuman yang mengandung mikroplastik.

Penelitian Khan et al (2024) menjelaskan bahwa mikroplastik yang berinteraksi dengan saluran pencernaan hewan dapat mempengaruhi penyerapan nutrisi, komposisi mikrobiota usus, dan efisiensi pencernaan secara keseluruhan. Mikroplastik juga dapat bertindak sebagai pembawa polutan kimia lainnya, yang berpotensi meningkatkan bioavailabilitas dan efek toksiknya pada hewan. Beberapa studi menunjukkan bahwa mikroplastik dapat menyebabkan efek merugikan pada hewan seperti peradangan, stres oksidatif, dan gangguan fungsi endokrin. Mikroplastik yang mencemari produk pangan asal hewan dapat menimbulkan risiko kesehatan bagi manusia yang mengkonsumsinya.

Dilansir dari The Guardian.com, mikroplastik telah ditemukan dalam sampel daging sapi, daging babi, susu, dan darah hewan ternak di Belanda. Penelitian dari Vrije Universiteit Amsterdam (VUA) Belanda menemukan mikroplastik pada tiga perempat produk daging dan susu yang diuji dan setiap sampel darah dalam pilot project mereka. Peneliti menguji 12 sampel darah sapi dan 12 sampel darah babi dan menemukan mikroplastik di semuanya, termasuk polietilena dan polistirena. 

Dalam riset yang dilakukan oleh Gita Pertiwi tahun 2023 pada sapi yang digembalakan di TPA Jatibarang dan TPA Putri Cempo di Jawa Tengah menemukan bawa adanya konsentrasi mikroplastik ditemukan pada darah dan jeroan sapi dengan jenis polimer terbanyak adalah Polietilena tereftalat (PET) sedangkan untuk jenis Polivinil klorida (PVC) dan nilon cukup mendominasi di bagian darah dan daging sampel sapi TPA Jatibarang. Sementara sapi TPA Putri Cempo, selain PET terdapat juga jenis ethylene vinyl acetate (EVA) serta polipropilena (PP) di sampel jeroan dan darah. 

Dalam sistem rantai makanan, manusia berada di puncak hierarki sebagai konsumen akhir. Apabila hewan ternak yang dikonsumsi manusia telah terkontaminasi sampah, terutama plastik dan bahan berbahaya lainnya, dampaknya bisa sangat merugikan kesehatan manusia dalam jangka panjang. Manusia dapat terpapar mikroplastik melalui dua cara, yakni secara langsung melalui konsumsi langsung, pernapasan, atau kontak kulit dengan mikroplastik di tanah, air, dan udara. Kontaminasi secara tidak langsung, melalui rantai makanan dan dengan melalui hewan ternak (Lackner, 2024). Artikel kompas.id menyebutkan bahwa Indonesia merupakan salah satu dari 109 negara yang paling banyak mengkonsumsi mikroplastik. Masyarakat Indonesia diperkirakan mengkonsumsi sekitar 15 gram per kapita per bulan melalui makanan yang tercemar. 

Menurut Prata (2018), mikroplastik bisa mengganggu secara fisik, kimiawi maupun biologis terhadap tubuh manusia. Secara fisik, kontaminasi mikroplastik yang banyak dan sering akan membuat inflamasi pada jaringan bahkan menyebabkan munculnya sel kanker. Selain itu, partikel mikroplastik yang bisa terserap oleh jaringan sel bisa mengendap dan mengganggu metabolisme tubuh.  Hewan ternak yang mengkonsumsi sampah bukan hanya berisiko bagi kesehatan hewan, tetapi juga berbahaya bagi manusia. Akumulasi zat beracun, mutasi genetik, stres oksidatif, serta meningkatnya risiko kanker menjadi ancaman nyata yang harus diwaspadai. 

Menurut wawancara tim Pikul bersama dokter umum RS Siloam Kupang,  dr. Kinanti Tuuk, mikroplastik yang terakumulasi dalam tubuh manusia akan menyebabkan mutasi genetik. Zat beracun dari plastik dan sampah lain dapat mengubah ekspresi gen dalam tubuh manusia, memicu mutasi genetik. Mutasi ini bisa meningkatkan risiko berbagai penyakit kronis, termasuk kanker.

Kita tahu bahwa saat ini sampah plastik menjadi salah satu masalah besar apalagi mikroplastik saat ini sudah ditemukan dalam berbagai aspek ekosistem. Apabila manusia mengkonsumsi makanan yang tercemar mikroplastik. Dampak yang dirasakan bukan saat ini, tapi jangka panjang. Cemaran itu akan menumpuk di tubuh manusia dan menyebabkan mutasi genetik yang dampaknya adalah kanker.” – dr. Kinanti Tuuk, Dokter Umum RS. Siloam Kupang.

Lalu bagaimana solusinya ? 

Bagi Peternak

  1. Sebagai peternak sudah seharusnya bertanggung jawab terhadap ternak yang dipeliharanya. Memberinya pakan sesuai dengan standar pakan hewan ternak, hindari area-area yang berbahaya bagi ternak seperti jalan raya, tempat pembuangan sampah, area pemukiman dan lainnya. 
  2. Menjaga kebersihan lingkungan peternakan dan peralatan yang digunakan 
  3. Memastikan pakan dan air yang diberikan kepada hewan ternak bebas dari kontaminasi mikroplastik. Hal ini dapat dilakukan dengan memilih pemasok pakan yang terpercaya dan melakukan pengujian kualitas air secara berkala

Bagi Pemerintah

  1. Menegakkan implementasi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang mengatur kebijakan dan strategi dalam pengelolaan sampah di Indonesia dengan menekankan prinsip pengurangan sampah melalui pendekatan reduce, reuse, recycle (3R), serta pengelolaan yang berbasis lingkungan dan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. 
  2. Pemerintah pusat dan daerah memiliki kewajiban menyediakan fasilitas pengelolaan sampah, mengembangkan teknologi ramah lingkungan, melakukan edukasi, serta mengawasi pelaksanaan kebijakan. 
  3. Menjamin kualitas dan keamanan produk pangan yang beredar di masyarakat sesuai Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2012 Bab VII tentang Jaminan Keamanan Pangan dan Mutu Pangan. 

Bagi Masyarakat/Konsumen

  1. Masyarakat dan pelaku usaha bertanggung jawab dalam mengurangi timbulan sampah dari sumbernya serta menerapkan prinsip 3R dalam kehidupan sehari-hari.
  2. Membeli daging dari peternak atau pemasok yang memiliki reputasi baik dan menerapkan praktik kebersihan serta keamanan pangan yang ketat.

“Kalau ditanya bagaimana jika ternak makan sampah? Tidak boleh dan tidak bisa.  sampah bukan makanan ternak. Berikanlah dia makanan yang sesuai dengan apa yang dia butuhkan” – Drh. Diana  Agustiani Wuri, M.Si,

 

Sumber : 

  1. Berata, I. K., Susari, N. N. W., dan Kardena, I. M. (2015). Mendeteksi Logam Berat Pb dan Cd  Pada Darah Sapi yang Dipelihara di TPA Suwung Denpasar. Prosiding LPPM
  2. Darmono. 1995, Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup, UI Press, Jakarta. cit. Kafiar, F.P., Setyono, P. dan Handono, A.R. 2013, Analisis Pencemaran Logam Berat (Pb dan Cd) Pada Sapi Potong di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Putri Cempo Surakarta. Jurnal EKOSAINS, 5:32-39.
  3. Nangkiawa., dkk. 2013. Identifikasi Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd) Pada Sapi Potong Yang Dipelihara Di Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Kecamatan Alak, Kota Kupang. Jurnal Kajian Veteriner Volume 3 Nomor 1: 53-61 
  4. Microplastics detected in meat, milk and blood of farm animals https://www.theguardian.com/environment/2022/jul/08/microplastics-detected-in-meat-milk-and-blood-of-farm-animals
  5. Prasetyawan., dkk, 2022. Kajian Pustaka: Gambaran Diagnostik dan Penanganan Obstruksi Esofagus pada Ternak Kerbau. Indonesia Medicus Veterinus 
  6. Lackner, 2024., dkk. Microplastics in Farmed Animals—A Review. https://www.mdpi.com/journal/microplastics
  7. Penduduk Indonesia Konsumsi Mikroplastik Tertinggi di Dunia https://www.kompas.id/baca/humaniora/2024/05/24/penduduk-indonesia-di-peringkat-teratas-di-dunia-pengonsumsi-mikroplastik
  8. Emenike., et al. 2023. From oceans to dinner plates: The impact of microplastics on human health.  www.cell.com/heliyon
  9. Patra., dkk. 2023. Microplastics in Terrestrial Domestic Animals and Human Health: Implications for Food Security and Food Safety and Their Role as Sentinels. https://www.mdpi.com/journal/animals
  10. Budiarti, 2021. Identifikasi Mikroplastik pada Feses Manusia. Environmental Pollution Journal. Volume 1 Nomor 2.
  11. Wawancara zoom  bersama Drh. Diana  Agustiani Wuri, M.Si  dan Dr. Kinanti Tuuk tanggal 18- 19 Februari 2025.

Post Related

Scroll to Top