Reclaim Your Future!

Sebuah catatan dari proses Pelatihan Kepemimpinan Remaja di Sumba.

BERTEMU dengan remaja-remaja Sumba, sungguh-sungguh menyenangkan. Kreatif, optimis, dan bercita-cita mulia. Saya bersama dua orang rekan diminta memfasilitasi proses pelatihan kepemimpinan 46 remaja sumba yang berusia antara 12 sampai 25 tahun di Weetabula, minggu ketiga Januari 2011. Sungguh pengalaman yang berharga dan luar biasa.

Tak terbayang sebelumnya seorang muda berusia belasan bisa memimpikan hal-hal yang begitu luar biasa, dengan kepolosan dan juga optimisme. Meskipun, situasi brutal tantangan yang mereka hadapi sungguh-sungguh di depan mata, berjarak boleh jadi hanya 3 meter dari tempat tidurnya.

Dalam obrolan-obrolan lepas, tantangan yang mereka dapat justru dari orang tua. Beberapa di antara remaja-remaja ini sedang mencoba meraih mimpinya, bahkan telah bekerja cukup mapan. Tetapi ketika sang orang tua memanggil, remaja-remaja ini terpaksa pulang dan memupus mimpinya di tengah jalan.

Seperti Marlin, gadis yang sempat belajar sekaligus bekerja (on the job training) pada sebuah perusahaan penerbangan di Bandung. Marlin asal dari Kodi, bekerja dan belajar pada sebuah perusahaan pelayanan penerbangan di Bandung. Bahkan, atasannya melihat kemampuannya bekerja dan mempromosikannya untuk pindah dari cabang Bandung ke cabang Palembang dan Jambi. Namun, ketika sang ayah memanggil pulang, Marlin pun terpaksa pulang. Meski atasannya meminta ijin kepada sang ayah, sang ayah tetap tak mengijinkan. Marlin yang anak perempuan tertua di keluarganya terpaksa memupus keinginannya dan kembali ke Sumba.

Kisah seperti Marlin, bukan hanya satu. Banyak Marlin-marlin lain yang terlibat dalam pelatihan kepemimpinan di Weetabula itu. Memupus keinginan karena minimnya dukungan keluarga, bahkan ketika dukungan tersebut hanya berupa ijin, bukan harta-benda.

Ada pula kisah Vera, yang gemar membaca, dan ingin menjadi penulis. Dia mulai merintis menjadi penulis, dengan memulai menulis kisah-kisah sehari-hari yang dia alami. Tetapi, lagi-lagi, Vera yang gadis asal Lewa ini, tidak memiliki arena menyalurkan bakatnya, dan tak ada tempat bertanya.

Tetapi di dalam tantangan serupa itu, remaja-remaja Sumba bukanlah remaja yang mudah patah semangat. Lewat proses bersama selama 3 hari, mereka mencoba menemukan siapa mereka, apa yang mereka miliki, dan bagaimana mereka mengelola kekuatan, potensi, dan solidaritas untuk menciptakan hal-hal luar biasa. Tidak sedikit yang bermimpi untuk orang lain, menjadi lilin, terang atau garam dunia.

Seperti Yanti, gadis yang gagal kuliah karena tidak memiliki biaya. Yanti yang aktif di Gereja dan organisasi kesehatan reproduksi remaja punya mimpi menjadi motivator remaja, dan memiliki “rumah” bagi remaja-remaja yang terpinggirkan agar mereka memiliki kebanggaan bagi dirinya, keluarga, dan produktif.

Juga Jhoni, pemuda petani asal Sumba Barat Daya yang ingin menjadi petani sukses sekaligus memulihkan kembali hutan-hutan yang ada di Sumba. Begitu mulia, dan begitu sadarnya pada kondisi kampung halamannya. Di sisi yang lain, banyak mereka yang mengenal bakatnya dalam hal musik, menggambar. Pertanyaan besarnya, bagaimana mereka secara pribadi atau berkelompok bisa berkarya dan menghasilkan kebanggaan diri.

Secara bersama melalui bermain, bernyanyi, berkarya, berpuisi, dan menari bersama, para remaja Sumba mencoba mendorong proyek-proyek perubahan dalam 1 tahun ke depan. Proyek yang dirasa cocok dengan semangat, dan kekuatan mereka. Setidaknya 7 proyek yang dirancang remaja untuk merebut masa depan. Remaja Wejewa Barat dan Kota Weetabula, membuat proyek “Ayo Berkebun” buat remaja. Mencoba mendorong remaja agar mencintai kebun, mencintai alam, dan mencintai profesi petani.

Remaja Kodi, sangat memiliki perhatian pada pendidikan. Mereka merancang proyek-proyek pemberantasan buta aksara dan juga kecintaan terhadap buku dan membaca. Mereka mentargetkan puluhan bahkan ratusan anak bisa baca tulis dan bersemangat pergi ke sekolah dengan moto “membuat yang biasa menjadi luar biasa”.

Di Sumba Timur, sekelompok remaja dari kecamatan Melolo bergumul dan menghasilkan proyek “Go to America”. Ini adalah sebuah proyek bagaimana meningkatkan kegemaran anak-anak terhadap bahasa Inggris. Mereka ingin membuat lompatan komunikasi dan bahasa.

Tak kalah luar biasanya, remaja Kota Waingapu, bermimpi menciptakan Talent Home (rumah talenta) bagi remaja. Mengumpulkan remaja yang memiliki beragam talenta untuk berkarya dan memotivasi mereka agar terus berkarya.

Gadis-gadis remaja Lewa pun mencoba membuat lompatan dengan merancang Uma Tinung (rumah tenun) bagi “Umbu-Rambu Nggao” (Putra-putri Nggao). Mereka berniat mendorong kecintaan remaja terhadap tradisi menenun, mendesain motif-motif baru yang khas remaja, dan melatih remaja putri untuk mewarisi dan mengembangkan keahlian menenun.

Kami berterima kasih kepada ChildFund dan SID (Sumba Integrated Development) program yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk bertemu dengan para remaja-remaja brilian dan mengagumkan ini.

Proses pelatihan kepemimpinan remaja, adalah sebuah proses “vibrant” yang menggerakkan jiwa raga, membuka hati, pikiran, dan jiwa agar percaya diri menemukan kekuatan, potensi, hobi yang pada akhirnya menjadi sarana utama mencapai mimpi, merebut kembali masa depan. Pelatihan ini bukan sebuah proses paripurna yang menyelesaikan tantangan-tantangan yang dihadapi remaja. Tetapi sebuah pemantik, yang menyalakan bara api semangat dan optimisme merebut masa depan yang lebih baik, bagi diri sang remaja, keluarga, masyarakat, dan kampung halamannya.

Siapa yang berminat bergabung mewujudkan mimpi-mimpi Remaja Sumba ini? *** (Torry K., George H., Danny W. – PIKUL)

Post Related

Scroll to Top