Oleh: Torry Kuswardono, Ody Messakh
Laporan Riset Status Pemenuhan Hak Dasar Di Adonara dan Solor : https://tinyurl.com/4uyfzuje
Pemenuhan hak dasar adalah topik yang akan terus muncul di Indonesia. Bersandar pada kesepakatan internasional, negara memiliki kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak dasar tanpa kecuali. Hak dasar bersifat hakiki, non-diskriminatif, dan tak terpisahkan satu dengan lainnya.
Undang Undang HAM menjelaskan apa saja yang hak-hak apa saja yang harus dihormati, dilindungi, dan dipenuhi oleh negara. Pertanyaannya, sejauh mana negara memenuhi mandat UUD 45, dan UU HAM dipenuhi lewat peraturan hukum lainnya maupun kebijakan pembangunan.
Fenomena gizi buruk menurut Institut untuk Hak Ekonomi Sosial Budaya adalah sinyalemen gagalnya pemenuhan hak dasar. Namun tidak secara jelas sinyalemen ini menerangkan rute kegagalan pemenuhan hak dasar.
Penelitian Status Hak Dasar ini mencoba menerangkan lebih rinci bagaimana hambatan-hambatan struktural itu ada sehingga pemenuhan hak tidak terjadi.
Mengapa Pulau-pulau Adonara dan Solor?
Sebetulnya secara keseluruhan, keberadaan kehidupan di pulau-pulau kecil di Sunda Kecil maupun wilayah lain di Nusantara menarik untuk dikaji. Terutama sekali karena sejak jaman pra-kolonial dan kolonial, pulau-pulau tertentu memiliki fungsi strategis bagi perluasan politik maupun perdagangan. Sebagai contoh, pulau Solor adalah pulau yang menjadi pos perdagangan cendana dan hasil bumi dari Timor dan daratan Flores sebelum meluncur ke Sulawesi, Asia Timur daratan, dan Eropa (Jeffrey: 1981).
Flores adalah pulau yang sangat bergantung pada pusat produksi seperti Jawa, Kalimantan (untuk minyak), dan Sulawesi (beras). Pulau Flores kemudian menjadi pusat distribusi ke pulau Adonara dalam hal ini pelabuhan Waiwerang yang kemudian membagi lagi ke sebagian Pulau Solor dan juga Lembata di sebelah timurnya. Bisa dikatakan Adonara adalah penjaja tingkat ke 3 setelah Jawa dan Flores, sementara Solor sebagian besar adalah konsumen akhir rerantai yang panjang dari P Jawa, Flores, dan Adonara.
Terkait dengan dinamika perlakuan para penguasa pada pulau-pulau di Nusantara Jeffrey (1981), mencatat bahwa perlakuan terhadap pulau-pulau terluar pada jaman kolonial tidak berbeda dengan perlakuan di jaman paska kolonial. Perubahan-perubahan utama yang menimbulkan kerentanan pada pulau-pulau terluar adalah akibat langsung dari tuntutan perluasan ekonomi pada setiap babak sejarah lewat sebuah proses yang kompleks dengan kondisi persaingan politik lokal pada setiap babaknya.
Pada jaman paska kolonial, upaya-upaya membuat seluruh kepulauan menjadi pabrik produksi bahan komoditi, baik bahan mentah mineral maupun komoditas pertanian tidak mengalami evaluasi dari jaman sebelumnya. Logika ketersediaan buruh murah dan membuat setiap jengkal tanah dan air berfungsi sebagai lahan bagi komoditas ekspor tetap berlaku persis sama ketika jaman kolonial.
Fakta-fakta dalam penelitian ini di kedua pulau Solor-Adonara menunjukkan jejak perambahan moda ekonomi ekspor sejak jaman kolonial yang terus menerus dijiplak dan direplikasi bahkan dengan cara yang jauh lebih serampangan dibanding sebelumnya. Perluasan perkebunan mente di pulau kecil dan cenderung kering seperti Solor, serta eksperimen-eksperimen bahan ekspor seperti rumput laut, atau virgin coconut oil (VCO) yang tidak pahami manfaatnya oleh penduduk setempat tampaknya menjadi kelakuan yang direproduksi terus menerus.
Kritik utama dari makalah Jeffrey adalah bagaimana ekspansi ekonomik yang didukung oleh kebijakan infrastruktur dan permukiman mengubah cara produksi, hubungan manusia dengan tanah, relasi-relasi sosial, dan ekosistem setempat. Perubahan ini pada kenyataannya meningkatkan kerentanan penduduk dan ekosistem pulau yang pada situasi ekstrem (saat terjadi bencana) tidak memiliki daya untuk memulihkan diri tanpa dukungan dari pulau-pulau lain.
Berkaitan dengan diskursus tentang hak asasi manusia, meningkatnya kerentanan akibat kebijakan negara bermakna absennya kewajiban negara. Lebih jauh lagi jika kebijakan negara justru mendorong munculnya situasi-situasi ekstrem atau mengakibatkan terjadinya situasi ekstrem yang kemudian menimbulkan hilangnya hak-hak dasar, bisa dikatakan negara terlibat dalam pelangaran hak baik langsung maupun tidak langsung.
Laporan ini mencoba menjelaskan situasi terkait dengan kelompok-kelompok terentan yaitu petani lahan sempit dan nelayan artisanal di Pulau Adonara dan Solor. Fokus utama dari penelitian ini adalah melihat bagaimana status pemenuhan pangan, air, energi, dan tingkat kesehatan bisa dipenuhi secara cukup pada kondisi perubahan-perubahan terkini.
Berkenaan dengan kerangka hak asasi manusia, bagian lain dari laporan ini adalah melihat bagaimana kebijakan negara berpengaruh langsung dalam menghambat atau memperlancar pemenuhan hak yang pada ujungnya mengurangi kerentanan penduduk di pulau-pulau kecil.***(wahyu)