Ragam Pangan dan Daulat Pangan

Ini adalah dokumen presentasi yang menggambarkan secara singkat konteks keberagaman pangan, kedaulatan dan kebijakan pangan di NTT berdasarkan desk-research.

Menurut data BPS, sejak 1970 – 2013 menggambarkan bahwa Produksi Pangan NTT secara Agregat selalu memadai dengan Keragaman Pangan Intra Pulau juga Tinggi. Penelitian keragaman pangan Lokal oleh Pikul 2013 di Timor, Sabu, Lembata, dan P. Rote: mengumpulkan kurang lebih 35 golongan bahan pangan lokal, dari serealia, kacang-kacangan dan umbi-umbian. Serealia terbagi dalam 5 golongan, yaitu jali, padi ,jewawut, cantel/jagung cantel, dan jagung. Umbi-umbian terbagi menjadi 11 golongan umbi-umbian, yaitu: suweg, ganyong, talas/bentul/keladi, uwi, uwi buah, uwi awung/uwi gembili, uwi pasir, ubi jalar, ubi kayu, kimpul dan satu golongan (disocore sp) belum ditemukan nama umumnya. Kebanyakan jenis umbi-umbian ditemukan di Lembata. Kacang-kacangan, 12 golongan, yaitu: kacang tanah, kacang kayu, komak, benguk, bengkuang, kratok, buncis, kecipir, bitok, kacang hijau, kacang uci, dan kacang merah/kacang tunggak.

Program Pangan Nasional hingga Propinsi juga dikaji masi relatif sama: komoditi unggulan, padi, jagung, dan kedelai (disesuaikandengan kondisi), tetapi tidak cukup jelas seberapa jauh pangan lokal akan dikembangkan seperti sagu, umbi-umbian, sorghum, jelai, dan jewawut.

Juga masih memprioritaskan upaya peningkatan pendapatan untuk meningkatkan daya beli pangan, diasumsikan pendapatan yang meningkatkan akan meningkatkan daya beli, tetapi tidak secara jelas terungkap produksi pangan mandiri dan lokal akan juga meningkatkan “saving capacity” dan mengurangi pengeluaran.

Pangan juga sebagai komoditi (barang dagangan), bukan hak, melenceng dari cita-cita utama kedaulatan pangan (lihat: Deklarasi Nyeleni 2007). Belum menyentuh jenis pangan khas yang sesuai dengan agroekologi dan budaya setempat. Belum lagi kecenderungan membangun estat pangan dan korporasi pangan raksasa.***

 

Post Related

Scroll to Top