Catatan Kegiatan Active Citizen Social Enterprise Leadership Training (ACSE) Hotel Amaris Kupang, 27 – 30 Juli 2016
Oleh: Ani Suyono, Relawan Sahabat Pikul, Perkumpulan Pikul, Kupang.
Hari Pertama Rabu, 27 Juli 2016
Ruangan konferensi nomor 7 di lantai 2 Hotel Amaris Kupang tampak telah tertata rapi dengan beberapa meja bundar kecil dan kursi-kursi yang melingkarinya. Banner British Council Indonesia dan Perkumpulan PIKUL terpasang manis di pojok kiri depan ruangan. Pukul 08.30 pagi, para peserta mulai berdatangan mengisi daftar hadir dan disambut oleh tim British Council dari Jakarta. Hari yang baik untuk memulai banyak pembelajaran baik. Tepat pukul 09.10, kegiatan dimulai.
Foto: Danny W – Pikul
Sebanyak 24 peserta dari perwakilan NGO, Kelompok-kelompok Social Enterprise, Institusi Pemerintahan, Akademisi dan Kelompok Jurnalis Independen hadir setelah melalui tahap pendaftaran dan seleksi peserta untuk mengikuti pelatihan social enterprise yang diadakan oleh British Council berkerjasama dengan Perkumpulan PIKUL, “Active Citizen Social Enterprise Leadership Training”. Kegiatan yang berlangsung selama 4 hari, dari tanggal 27 hingga 30 Juli 2016 ini dibuka oleh Om Torry sebagai Direktur Perkumpulan PIKUL. Dalam sambutan pembukanya, Om Torry menyampaikan bahwa di dalam masyarakat setiap orang punya masalahnya masing-masing, tinggal bagaimana caranya persoalan atau masalah tersebut menjadi persoalan bersama dan menyelesaikannya bersama-sama.
Sesi perkenalan setelah pembukaan, diawali dengan pemutaran video tentang sosial enterprise di berbagai negara di dunia termasuk Indonesia. Bang Jay, salah satu tim fasilitator dari kantor British Council di Jakarta memperkenalkan teman-teman tim fasilitator yang lainnya. Ada Mbak Itha, Mbak Ari dan Bang Jimmy. Empat orang ini yang menemani dan memfasilitasi para peserta pada semua sesi training ACSE.
Hari pertama training, sesi-sesi yang ada adalah ; games Globingo, peserta saling berkenalan dengan saling mencocokkan profesi dan bisnisnya. Seting Expectation, tentang harapan dan ekspektasi terhadap pelatihan serta harapan jangka panjang. Mendefinisikan apa itu Social Enterprise dalam skala dan spektrum pemahaman peserta. Me and My Identity, peserta menggambarkan dan menceritakan ciri khas yang mewakili identitas diri. Sesi Golden Circle Activity, Two Truths and One Lie dan What Makes SE (Social Enterprise) Succesful. Semua sesi ini disusun berdasarkan Learning Journey yang direncanakan oleh tim fasilitator.
Selain itu, di sela-sela sesi awal para peserta memilih salah seorang dari peserta untuk menjadi ketua kelas yang bertugas sebagai pengingat dan pengkoordinir kelas saat pergantian sesi atau waktu istirahat kelas. Yohanes B. Boma Hurint atau yang disapa Kak Dadi dari perwakilan Sanggar Haumeni Camplong, terpilih sebagai ketua kelas. Akhir sesi hari pertama, para peserta diminta untuk merefleksikan pembelajaran apa yang diambil dari video Komunitas Brenjonk yang diputarkan. Hasil refleksinya adalah sukses itu bisa tergantung pada passion, visi yang jelas dan fokus yang dibarengi dengan kerja, dimulai dari sesuatu yang sederhana, juga berani melangkah/memulai.
Hari Kedua Kamis, 28 Juli 2016
Foto oleh: Ani Suyono, Dicky Senda, Alfrid Riwu
Busana berwarna cerah yang dikenakan para peserta mendominasi ruangan pelatihan di hari kedua. Senyum dan sapa mulai terlihat lebih akrab di antara peserta yang semeja dari hari pertama. Pukul 09.15, sesi hari kedua dibuka oleh Bang Jimmy dengan ice breaking yang menuai banyak tawa dari peserta. Bersiap untuk pembelajaran lanjutan dengan hati yang riang.
Sesi refleksi menjadi awal pembelajaran hari kedua. Peserta diajak untuk duduk dalam 4 kelompok lalu bercerita dalam kelompok, tentang pembelajaran apa saja yang diperoleh di hari pertama. Pembelajaran yang diceritakan berkisar tentang ; asumsi (dua salah satu benar) yang harus dikroscek, tentang WHY mengapa kita melakukan wirausaha sosial, kesiapan kelompok wirasusaha, sederhana dan fokus, optimisme yang menginspirasi dan spektrum yang luas.
Presentasi tentang Kelompok Ekonomi Kerakyatan Sion Nusak yang diinisiasi oleh Bapak Pendeta Messry Modok di Rote Ndao, menjadi sesi lanjutan yang menarik bagi para peserta. Tentang bagaimana usaha kelompok yang berawal dari gereja ini menjual Kopra hingga VCO untuk membiayai kegiatan sosial di gereja dan membuat para petani kelapa memiliki ekonomi yang cukup untuk menyekolahkan anak mereka ke perguruan tinggi. Banyak apresiasi dan pertanyaan dari para peserta untuk wirausaha sosial rintisan Bapak Messry ini. Bagaimana masalah pemesanannya, soal menyatukan kelompok, masalah pergantian musim, adanya bantuan yang masuk, apa saja masa sulit yang dilalui dan cara mengatasinya, serta tentang sustainibility pemimpin dan anggota kelompok. Semua dijawab dan dibahas dengan detail berserta contoh kasus yang pernah dihadapi dan dilalui.
Bapak Messry Modok sendiri sudah pernah mengikuti pelatihan Social Enterprise di Jakarta kali lalu. Namun, ketika melihat informasi tentang ACSE Leadership Training di website milik Perkumpulan PIKUL, beliau tertarik untuk mendaftar lagi karena pelatihannya yang lebih condong ke arah ketrampilan kepemimpinan.
“PIKUL terkenal karena jejaringnya. Saya juga pernah bergabung dengan lingkar belajarnya. Itu yang saya harapkan juga. Mungkin kalau bisa ada selesai ini (ACSE Leadership Training), bisa berjejaring bersama dengan sosial enterprise yang ada di NTT. Itu jadi kekuatan yang lebih besar.” jawab Bapak Messry saat ditanya harapannya ke depan di sela-sela waktu istirahat.
Materi di sesi lanjutan adalah tentang Communication at 3 Levels (Fact/Fakta, Feeling/Perasaan dan Purpose/Moti/Tujuan), peserta mempraktekkan dalam kelompok tentang cara berkomunikasi yang efektif. Lalu ada sesi Microteaching (1), dimana peserta dibagi ke dalam 3 kelas berbeda untuk role play tentang bagaimana menjadi fasilitator yang menggali cara untuk mengkomunikasikan wirausaha sosial mereka kepada para pengambil keputusan secara jelas dan sederhana. Sesi Community Mapping menjadi sesi penutup di hari kedua.
Hari Ketiga Jumat, 29 Juli 2016
Foto oleh: Ani Suyono, Alfrid Riwu, Rido Hambandima, Dicky Senda. Video: Dicky Senda
Ice breaking pagi di hari ketiga membuat para peserta berjejer dalam dua baris panjang dan saling berpasang-pasangan. Bukan hendak berdansa, tapi saling menyapa dengan menebak kabar rekan peserta pasangannya yang bergerak-gerak, berbahasa tubuh tanpa mengeluarkan suara. Menebak gerakan, butuh ikatan batin. Layaknya ikatan batin dalam kelompok sosial bukan? Inside dari games ini juga menyangkut hati-hati dalam menebak dan belajar menahan asumsi.
Inform, Consult dan Involve. Sesi awal di hari ketiga tentang pelibatan stakeholders/pemangku kepentingan di sekitar lingkungan sosial kita dengan pembahasan yang menggunakan matriks stakeholder. Masing-masing komunitas/kelompok memiliki jenis kasus dan pengalaman yang berbeda terkait pelibatan stakeholders. Ini berpengaruh terhadap matriks stakeholders yang disusun/dibuat. Namun, tergantung juga pada bagaimana komunitas/kelompok menganalisis dan mengusahakan pelibatan stakeholdersnya masing-masing.
Materi ini juga mengantar para peserta untuk berlanjut ke sesi Microteaching (2), dengan bahasan role play yang berbeda yaitu tentang Akrobat/Juggling. Peserta diminta berperan sebagai fasilitator yang membuat kelompok memahami bahwa wirausaha sosial memiliki tiga prinsip dasar, dimana kegiatan ekonomi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh peningkatan keadilan sosial,perlindungan planet, dan dukungan terhadap budaya (People, Planet, Profit).
Setelah Lunch time, tiga kelompok kelas microteaching diminta untuk mengambil pembelajaran/refleksi dari dua sesi microteaching yang telah dilalui. Dibahas dalam kelompok kelas masing-masing dan dipresentasikan melalui juru bicara kelompok ke kelompok lainnya dengan metode word cafe. Pembelajaran secara umum adalah metode yang digunakan sebagai seorang fasilitator boleh disesuaikan agar dapat dimengerti dan yang terpenting dapat tersampaikan dengan baik di komunitas/kelompok masing-masing.
Dua sesi penutup di hari ketiga adalah Identify Risks (mengidentifkasi resiko dan mencari mitigasi/jalan keluarnya). Sesi ini menjadi referensi untuk dukungan-dukungan apa saja yang dibutuhkan oleh peserta dalam kelompok pada sesi Support Needs Maps, tools untuk mengindentifikasi bantuan.
Hari keempat, hari terakhir Sabtu, 30 Juli 2016
Dinding-dinding ruangan pelatihan telah terpasang empat poster besar Bussiness Model Canvas, masing-masing satu atau dua di setiap dinding. Mengitari tempat duduk para peserta, berselingan dengan kertas-kertas plano penuh post it hasil dari pembahasan dan presentasi materi pembelajaran peserta tiga hari berturut-turut. Hari terakhir, peserta siap untuk mempraktekkan pembelajaran selama tiga hari pelatihan pada Bussiness Model Canvas (BMC) pribadi dan kelompok.
Bang Jimmy sebagai fasilitator mengawali dengan pemaparan 3 contoh/model kelompok bisnis yang telah dikenal banyak orang, yaitu KickStarter, GoJek dan Ruma. Apa yang dapat dipelajari dari tiga kelompok wirausaha ini, didiskusikan dalam kelompok semeja. Dan dilanjutkan dengan diskusi, apa itu bussiness model menurut pendapat para peserta. Setelah itu, para peserta didampingi tim fasilitator di setiap kelompok, diminta untuk mengisi form BMC yang sudah dibagikan. Menyusun BMC secara pribadi, masing-masing berdasarkan kelompok/komunitas yang diwakilinya.
Para peserta yang sudah pernah mendapatkan materi tentang BMC sebelumnya, Kak Danny (Perkumpulan PIKUL), Pak Anis (Koperasi Produksi Madu Hutan SENOESA) dan Pak Messry Modok (Keka Sion Nusak), dalam sesi lanjutan turut membantu para peserta lain sebagai co-fasil dalam kelompok masing-masing untuk mengerjakan BMC di poster besar sebagai tugas praktek kelompok. Ada 4 jenis usaha yang dipilih setiap kelompok untuk tugas kelompok BMC, yaitu bisnis pusat oleh-oleh daerah, bisnis tenun ikat online, bisnis kelompok madu, dan bisnis wedding organizer.
Bussiness Model Canvas di sesi praktek ini sebagai diumpakan sebagai contoh untuk nantinya menjadi gambaran bagi para peserta saat mengerjakan BMC ketika kembali di kelompok/komunitas masing-masing.
Di akhir, sebagai penutup tim fasilitator dari British Council Jakarta meminta kesan dan pesan dari perwakilan peserta tentang empat hari pelatihan yang telah dilalui. Kak Melly dari kelompok BABUSA (Barang Bekas untuk Semua) mengatakan bahwa akhirnya tahu dimana menempatkan potensi yang ada. Mama Loreta dari Cinta Alam Pertanian dan Perhimpunan Petani Pangan Lokal NTT, mengatakan bahwa beliau merasa sangat penting mengetahui tentang Bussiness Model Canvas yang sebelumnya tidak pernah beliau tahu. Membuat ide-ide menjadi lebih teratur dan oleh-oleh yang baik untuk komunitasnya. Menutup pelatihan, Bapak Pendeta Messry Modok menutup dengan doa untuk semua. ***