Akses orang muda yang terbatas terhadap sumber daya pertanian atau bahkan sama sekali tidak memiliki akses, dapat mempengaruhi minat mereka untuk menjadi petani.
Kerja kerja ditulis oleh: Septiani C. Suyono, Zadrak Mengge, dan Torry Kuswardono
Kertas kerja ini dapat diunduh di: https://tinyurl.com/yckzx4u4
Ketiadaan akses terhadap tanah dapat melemahkan semangat, juga dapat membuat orang muda berpindah haluan untuk bekerja di profesi lain yang bukan menjadi petani.
Kelompok perempuan muda yang telah menikah atau berpasangan perlu berusaha lebih keras untuk memiliki akses terhadap tanah. Dimana mereka bisa mendapatkan akses tanah dengan cara membeli tanah karena tidak ada jaminan warisan tanah dari orangtua.
Atau jika ikut suami sebagai pendatang di desa lain, maka akses tanah bergantung pada kebaikan hati keluarga suami atau ada akses tanah bagi hasil dengan keluarga. Dan jika mereka memilih untuk bertani dengan sistem bagi hasil dengan tuan tanah, tidak menjamin usaha pertaniannya akan berkelanjutan di masa depan.
Orang-orang muda, baik laki-laki maupun perempuan kemudian memilih untuk bermigrasi keluar desa dan mendapatkan pekerjaan di kota. Bagi mereka, kesempatan bermigrasi merupakan peluang yang terbuka dengan keterbatasan dan ketiadaan akses tersebut.
Namun, bahkan memiliki akses terhadap tanah dan air juga tidak menjamin orang muda menjadi petani. Temuan data survei di lapangan, menunjukkan orang muda single memiliki akses terhadap tanah dan air pertanian di desa tetap saja keinginan kuat untuk bermigrasi. Sementara mereka yang telah berpasangan cenderung enggan untuk bermigrasi karena telah berkeluarga di desa.
Menjadi petani atau memilih untuk bertani ataupun tidak, bukan juga keputusan permanen bagi orang muda. Seiring waktu berlalu, pertimbangan untuk bagaimana menjalani hidup akan muncul idalam pemikiran sebagai orang muda. Karena banyak orang tua yang kini memilih menjadi petani pun, pernah bermigrasi dan menjadi perantau sebelum akhirnya kembali ke desa.
Daftar Pustaka
Ataupah, H. (1995). Land Tenure di Daerah Aliran Sungai Mina. Kupang.
Aubynn, A. (2009). Sustainable solution or a marriage of inconvenience? The coexistence of large-scale mining and artisanal and small-scale mining on the Abosso Goldfields concession in Western Ghana. Resources Policy, 34(1–2), 64–70. http://doi.org/10.1016/j.resourpol.2008.04.002
Bertini, C. (2011). Girls grow: A vital force in rural economies, 172.
FAO, IFAD, & CTA. (2014). Youth and Agriculture.
Fox, J. J. (1996). Panen Lontar: Perubahan Ekologi dalam Masyarakat Rote dan Sawu. Jakarta: Sinar Harapan.
Girard, P. (2017). How can agriculture contribute to youth employment? Insight for a strategy for Southern Africa.
Holden, S. T., & Tilahun, M. (2016). Stein T. Holden and Mesfin Tilahun Centre for Land Tenure Studies Working Paper 6/16 (6/16).
Indonesia Krisis Regenerasi Petani Muda – Tirto.ID. (n.d.). Retrieved February 15, 2018, from https://tirto.id/indonesia-krisis-regenerasi-petani-muda-cnvG
Kidido, J. K., Bugri, J. T., & Kasanga, R. K. (2017). Youth Agricultural Land Access Dimensions and Emerging Challenges Under the Customary Tenure System in Ghana: Evidence from Techiman Area. Journal of Land and Rural Studies, 5(2), 140–163. http://doi.org/10.1177/2321024917700940
KRKP. (2015). Laporan Kajian Regenerasi Petani.
Ningrum, Vanda, Wiratri, A. (2017). Pemuda dan Pertanian Berkelanjutan; Dependensi, Strategi, dan Otonomi Petani. (R. S. L. Yusman, Ed.) (1st ed.). Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, Pusat Penelitian Kependudukan LIPI.
Nordholt, H. G. S. (1971). The political system of the Atoni of Timor, 511. http://doi.org/10.1007/s13398-014-0173-7.2
Quisumbing, A. R., Meinzen-Dick, R., Raney, T. L., Croppenstedt, A., Behrman., J. A., & Peterman, A. (2008). Gender in Agriculture. Dordrecht: Food and Agriculture Organisation of The United Nations and Springer. http://doi.org/10.1596/978-0-8213-7587-7
Susilowati, S. H. (2016). SERTA IMPLIKASINYA BAGI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 34, 35–55. http://doi.org/0216 – 4361
Thu, P. M., Scott, S., & Van Niel, K. P. (2007). Gendered access to customary land in East Timor. GeoJournal, 69, 239–255. http://doi.org/10.1007/s10708-007-9094-8
White, B. (2015). Generational dynamics in agriculture: Reflections on rural youth and farming futures. Cahiers Agricultures, 24(6), 330–334. http://doi.org/10.1684/agr.2015.0787
White, B. N. . (2012). Indonesian rural youth transitions : employment , mobility and the future of agriculture. Eur-Iss-Per, (February), 1–14. Retrieved from http://hdl.handle.net/1765/50538
Yoga Sukmana. (2014). Jumlah Petani Berkurang hingga 5 Juta, Mentan Tak Galau – Kompas.com. Retrieved April 10, 2018, from https://ekonomi.kompas.com/read/2014/09/30/185501026/Jumlah.Petani.Berkurang.hingga.5.Juta.Mentan.Tak.Galau