Kondisi pandemi Covid-19 yang terjadi di pertengahan tahun 2020 hingga saat ini, memaksa orang untuk membatasi ruang gerak dan memanfaatkan apa yang tersedia di sekitar. Bahkan akses antar wilayah juga terbatas. Apalagi pulau kecil yang memiliki ketergantungan terhadap pasar di pulau lainnya. Seperti contoh Pulau Semau yang bergantung pada pasar yang ada di Kota Kupang. Keterbatasan akses ini menimbulkan konsekuensi kebutuhan segala sesuatu pun menjadi terbatas saat pandemi Covid-19.
Yayasan PIKUL hadir lewat program “Pengembangan Mini Agroforestri untuk Menunjang Ketahanan terhadap Pandemi” dengan dukungan dari ICCA-GSI- GEF SGP mengadakan kegiatan “Visioning” bersama kelompok petani perempuan Komunitas Dalen Mesa di desa Uitiuh Ana Kecamatan Semau Selatan (26/03/2022).
Dalam kegiatan Visioning Paul Massa selaku Field officer desa Uitiuh Ana menjelaskan hasil observasi tanaman obat di Desa Uitiuh Ana. Beberapa tanaman seperti akar terung hutan yang biasa digunakan warga setempat untuk mengobati sakit gigi; daun sayur ende yang diambil untuk menurunkan demam; getah tanaman lilita untuk mengobati bisul, akar dan batangnya dimasak yang kemudian diminum untuk mengatasi penyakit usus, ada juga tanaman Tul Uhan untuk mengatasi kencing batu; serta getah nala/kayu merah untuk mengatasi sariawan. Hasil observasi menunjukan bahwa desa Uitiuh Ana memiliki “harta karun” yang memiliki manfaat bagi masyarakat di desa.
Difasilitasi oleh Etji Doek, petani perempuan mulai membangun mimpi bersama kelompok perempuan untuk mengelola sumber daya yang sudah diidentifikasi. Mulai dari menggambarkan peta kampung lalu memvisualisasikan mimpi individu dalam sebuah kertas dan dipresentasikan kepada semua peserta yang hadir.
Dalam pertemuan, perempuan-perempuan yang hadir meruakan perempuan yang tergabung dalam komunitas Dalen Mesa. Perempuna-perempuan tersebut diantaranya berasal dari kampung Kapoke, Tuapalu, Ingutomo dan Amanama.
Perempuan di Uitiuh Ana menyepakati nama “Klap Ana” artinya hutan kecil di pekarangan rumah. Dalam “Klap Ana” tersebut dalam rentang waktu April hingga Juni, warga sepakat untuk mengoptimalkan pekarangan dengan menanam tanaman sayuran dan tanaman herbal dan merencanakan untuk belajar bersama pembuatan sarana pendukung seperti gray water harvesting, pupuk organik dan pestisida alami, serta pelatihan pengolahan hasil tanam di pekarangan.
Mama Deri salah satu petani perempuan dari kampung Kapoke, berharap ke depan mereka dapat didampingi oleh Yayasan PIKUL untuk mengelola pekarangan dengan menanam tanaman herbal dan sayuran supaya hemat pengeluaran untuk sumber mineral dan kalau hasilnya banyak, bisa dijual untuk menambah pendapatan mereka.
Untuk akses terhadap sumber air, mama Petronela Bene dari kampung Amanama bercerita bahwa akses air yang ia gunakan diambil dari tetangga, dengan mekanisme iuran untuk isi pulsa listrik karena menggunakan dinamo. Dengan pelatihan gray water harvesting, nantinya limbah cair rumah tangga dapat dimanfaatkan di musim kemarau harap mama Nela.*** (Penulis: Mariano Lejap-PIKUL)