Festival Keluarga Tangguh Bencana: Belajar Ketangguhan dan Merayakan Pangan Lokal

Bencana alam yang diakibatkan oleh perubahan iklim ikut mempengaruhi kehidupan masyarakat. Petani adalah salah satunya, keterbatasan sumber daya dan aset membuat mereka rentan terhadap bencana. Peluang untuk kehilangan harta benda dan aset penghidupan mereka sangat besar.

Oleh sebab itu kesiapsiagaan keluaga khususnya petani perlu dibangun sejak dini. Kesiapan keluarga dalam menghadapi bencana akan mempengaruhi besar atau kecilnya resiko dari dampak bencana yang dialami. Keluarga atau petani perlu menjadi tangguh dan lentur dalam menghadapi berbagai ketidakpastian akibat dari perubahan iklim.

Berangkat dari permasalah tersebut, melalui program Masyarakat Tahan Iklim dan Bencana di Indonesia pada tahun keempat yang didukung oleh Oxfam, Yayasan PIKUL bersama Pemerintah dan Masyarakat Desa Oh’aem 1 & Oh’aem 2 (Kab. Kupang) dan Taiftob & Bosen (Kab. TTS) telah melakukan berbagai aktivitas mitigasi dan adaptasi atas perubahan iklim sebagai upaya ketangguhan keluarga. Di akhir program tahun keempat ini menginisiasi kegiatan Festival Keluarga Tangguh Bencana.

Bersama para mitra dari empat desa yang selama ini terlibat dalam program mengadakan dua kegiatan utama, yaitu Lomba Cerdas Cermat, Ranking 1 dan Global Snap dan Festival Pangan Lokal. Pada lomba Lomba Cerdas Cermat, Ranking 1 dan Global Snap setiap perwakilan desa mitra diajak untuk mengingat kembali praktik yang selama ini sudah mereka lakukan tentang CRSAL.

Pada Puncak Festival dilaksanakan Festival Pangan Lokal yang diisi dengan lomba dan pameran pangan lokal tingkat desa dan diikuti oleh 16 kelompok peserta. Peserta pameran pangan lokal datang dari desa Bosen membawa olahan pangan lokal mereka yang terbuat dari ubi kayu dan kain tenun dengan pewarna tarum. Dari Pulau Semau dari desa Ui Tiuhana, Batuinan dan Ui Asa membawa produk pangan lokal berupa kue kering sorgum dan beras hitam. Tidak ketinggalan desa tetangga Oelbanu dan Leloboko Amfoang Selatan ikut memeriahkan acara dengan membawa hasil hutan mereka madu hutan Oelbanu, keripik dan kain tenun yang beraneka warna.

Kekayaan pangan lokal yang dihadirkan pada acara ini membuat siapa saja yang melihat akan merasa lapar dan kagum pada saat yang sama. Bagaimana tidak semua meja yang ada dipenuhi dengan makanan dan minuman aneka bentuk dan warna yang menggugah selera. Ratusan pangan yang dihidangkan diambil dari hutan sekitar tempat tinggal warga. Mereka sudah  hidup dari hasil hutan yang turun temurun dijaga dan dikelola sejak zaman nenek moyang. Makanan-makanan ini juga menjadi ciri khas dan identitas masyarakat dari setiap desa yang terlibat.

Festival ini juga dilakukan sebagai upaya untuk menjaga identitas budaya mereka agar tidak punah di tengah gerusan makanan instan. “Kita jangan hanya makan pangan lokal saat festival saja tapi kita makan juga sehari-hari. Jangan kita makan yang instan-instan terus kita lupa dengan kita punya pangan lokal” pesan Mesak Tanaos kepala desa Oh’aem 1.

Bukti dari kedaulatan pangan adalah ketika kita bisa memakan apa yang kita tanam dan pada akhirnya bisa dinikmati bersama komunitas kita. “Ada banyak sekali yang pengetahuan tentang pangan lokal mereka sudah hilang. Ada banyak sekali komunitas di tempat lain yang sangat bergantung dengan produk dari luar. Dan ketika situasi-situasi yang terjadi seperti yang disampaikan oleh Bapa Desa contohnya seperti perubahan iklim atau hal-hal lain terjadi, perubahan politik dan lain-lain maka situasi ekonomi mereka terganggu. Inilah yang menjadi semangat dimana kami kemudian menyambut baik ide merayakan bersama, makan bersama pangan lokal di desa Ohaem ini.” ungkap Dany Wetangterah Project Manager YFF dalam sambutannya.

Maya Nisipeni salah satu warga Oh’aem 1 bercerita bahwa upaya menjaga pangan lokal juga sudah dilakukan selama ini selain festival pangan lokal, misalnya dihidangkan pada saat acara di sekolah dan acara-acara di gereja. Pangan lokal juga dapat menjadi salah satu sumber penghasilan yang dapat membantu perekonomian masyarakat. “Pangan lokal juga bisa menjadi daya tarik untuk pariwisata di daerah kami, jadi ciri khas kami” tambahnya.

Seperti tema besar Festival Pangan Lokal ini: Tait Ma At Paloli Am Nahat Nbi Hit Kuan, He Al Kit Tah Tabua yang artinya ambil dan olah makanan di kampung kita, untuk makan bersama. Inilah yang menjadi dasar bagi keberlangsungan pangan lokal di Oh’aem. Fetival ini diharapkan dapat menjadi upaya menjaga, menghargai dan terus menghidupi warisan budaya dan sumber daya alam yang ada dengan cara mengelola dan mengonsumsinya. *** (YL)

Post Related

Scroll to Top